Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pengendalian inflasi Indonesia yang cukup baik menjadi salah satu langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional.
“Saat ini inflasi berada di level 5,9%. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tutur Ketum Golkar itu.
Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut akar masalah penyebab inflasi adalah rantai pasok. Kemenkeu pun turut menggunakan instrumen fiskal untuk mendukung pengendalian inflasi dengan memberikan insentif kepada setiap daerah yang inflasinya lebih rendah dari inflasi nasional.
Ekonom INDEF Eisha Rachbini mengatakan, masalah rantai pasok dalam negeri yang disinggung Menteri Keuangan sebagai salah satu biang kerok naiknya inflasi, itu bisa diselesaikan dengan teknologi.
“Penggunaaan teknologi bisa membantu, misalnya real time data untuk supply, data produksi, sampai data demand yang dibutuhkan masyarakat, juga industri harus sinkron, dibutuhkan koordinasi antar lembaga berwenang yg baik,” tegas Eisha, dikutip 20 Oktober 2022.
Menurutnya, rantai pasok dalam negeri perlu dibenahi mulai dari produsen, petani, sampai konsumen. “Permasalahan rantai pasok terutama food commodity, seperti misalnya bahan-bahan pokok, kapan supply lagi tinggi, bisa disimpan di manage dengan baik, ketika supply lg sedikit, misal akibat cuaca buruk, bisa diantisipasi,” tambah Eisha.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Mohammad Faisal menilai strategi pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan menjaga rantai pasok adalah hal yang tepat. Faktor suplai berpengaruh besar dalam kenaikan angka inflasi dibanding faktor permintaan, sehingga perlu penguatan kolaborasi TPIP dan TPID.
“Kalau kemudian pemerintah melakukan usaha untuk kemudian menekan permasalahan dari sisi suplai dengan pengendalian inflasi di nasional dan daerah itu memang salah satu yang harus dilakukan oleh pemerintah,” terangnya.
Faisal menilai, strategi pemerintah cukup mampu menahan laju inflasi. Hal itu tampak dalam data September. Memang ada peningkatan inflasi sebesar 1,17% (mtm), tetapi justru ada penurunan inflasi inti dan deflasi pada kelompok volatile food. Artinya, pendorong inflasi adalah dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Jadi faktor pendorong inflasinya murni karena memang first round efek kenaikan harga BBM bersubsidi makanya kenanya di inflasi transportasi, karena bahan bakarnya,” ujarnya.
Menurutnya, deflasi pada September juga tidak biasa, karena lazimnya kenaikan BBM subsidi akan diikuti inflasi harga pangan. Faisal juga menduga hal itu juga dipengaruhi faktor permintaan yang tidak terlalu kuat. “Padahal biasanya ketika ada kenaikan harga BBM subsidi diikuti juga oleh kenaikan bahan pangan ya biasanya. Tapi di September kemarin malah terjadi deflasi,” paparnya.
Oleh sebab itu, Faisal menyarankan pemerintah agar melihat tingkat keefektifan strategi penurunan inflasi dalam beberapa bulan ke depan. “Juga harus mesti dilihat juga apakah sudah efektif atau belum, ini masih di bulan September ya jadi baru kita lihat first round effect,” pungkasnya.
Sementara itu pemerintah terus berupaya menjaga kestabilan harga dan inflasi dengan sejumlah ‘extra effort’. “Saat ini inflasi berada di level 5,9%. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” kata Menko Airlangga.
Selain itu, ia menambahkan, pemerintah mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2% Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja. Dengan adanya bantuan ini diharapkan dapat memberikan bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun agar masih berada di sekitar 5,2% dan tahun depan tetap bertahan di atas 5%. (*)
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (18/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 18 November… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan kesiapan untuk mendukung target pemerintah menambah kapasitas pembangkit energi… Read More
Jakarta - Additiv, perusahaan penyedia solusi keuangan digital, mengumumkan kemitraan strategis dengan PT Syailendra Capital, salah… Read More
Jakarta – Super App terbaru dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yaitu BYOND by… Read More