Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Eddy Manindo Harahap. (Foto: Erman Subekti)
Jakarta – Industri perbankan di Indonesia semakin gencar melakukan digitalisasi dalam operasionalnya. Sebagai contoh, banyak bank yang memanfaatkan teknologi siber, seperti memakai artificial intelligence (AI) untuk mengolah dan menganalisis data, atau menjaga keamanan.
Di tengah maraknya digitalisasi di sektor perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan pelaku agar tidak melupakan aspek pelindungan data, khususnya kepada nasabah mereka.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Eddy Manindo Harahap mengatakan, pihaknya sudah meluncurkan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. POJK ini disebut mengacu dari Undang-undang (UU) No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
“POJK ini mencakup kewajiban bank untuk menjaga kerahasian dan keamanan data konsumen, aspek penukaran dan transfer data, serta pemrosesan data,” ujar Eddy dalam acara Infobank Outlook 2025 bertajuk Artificial Intelligence for Banking Future: Banks Transition to New Operating Model, yang diadakan Infobank Institute bekerja sama dengan Multipolar Technology dan IBM, di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Baca juga: Infobank Banking Mastery Forum 2024: Menghadapi Tantangan Bisnis di Masa Transisi Pemerintahan
POJK ini mengimbau perbankan untuk memastikan keamanan sistem informasi dan ketahanan siber. Tujuannya, agar informasi dan data yang dikelola tetap terjaga kerahasiannya, integritas, serta ketersediaannya efektif dan efisien.
Tidak berhenti di pelindungan data, Eddy mengajak perbankan untuk meningkatkan resiliensi digital. Cakupan dari aspek ini lebih luas, karena berkaitan langsung dengan ekosistem industri, alih-alih hanya satu perusahaan saja.
“Resiliensi digital mencakup ketahanan yang lebih luas dibandingkan sekedar keamanan siber. Ini adalah tentang bagaimana suatu organisasi bisa tumbuh dan bertahan di tengah perubahan yang cepat,” papar Eddy.
Baca juga: Suku Bunga KPR AS Naik, Tertinggi dalam Setahun Terakhir
Dalam hal ini, resiliensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu resiliensi terhadap dinamika bisnis dan resiliensi terhadap disrupsi. Penanganannya pun berbeda dari satu dengan lainnya. Untuk jenis pertama misalnya, bank wajib mempertahankan relevansi mereka di pasar. Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi teknologi baru.
“Bank harus bisa mengadopsi teknologi terbaru yang bisa membuka peluang baru dan mendorong kolaborasi dalam posisi digital. Penting juga untuk memiliki desain organisasi yang bisa beradaptasi dan bertransformasi seiring dengan perkembangan digital,” tuturnya.
Sementara, untuk jenis kedua, Eddy mengajak bank untuk menjaga operasional di tengah gangguan eksternal. Menurutnya, bank wajib memiliki manajemen risiko yang baik, resiliensi operasional, dan manajemen kelangsungan bisnis yang bagus.
Semua ini juga sudah tertuang dalam Panduan Resiliensi Digital (Digital Resilience) yang dikeluarkan OJK pada Agustus 2024 lalu. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – Memasuki tahun 2025 yang penuh tantangan, PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) telah menetapkan… Read More
Jakarta – PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) mencatat kinerja impresif sepanjang 2024. Hal ini tecermin… Read More
Jakarta – Marketplace properti Rumah123 berupaya meningkatkan kemudahan akses pembiayaan rumah bagi masyarakat. Kali ini,… Read More
Jakarta - PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) melaporkan kinerja keuangan sepanjang 2024, dengan pendapatan… Read More
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara menjawab isu mundur dari Kabinet Merah Putih… Read More
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini, Selasa, 18 Maret 2025, kembali… Read More