Jakarta – World Bank (Bank Dunia) meluncurkan laporan yang memperlihatkan 60 persen dari negara berkembang di dunia akan mengalami perlambatan ekonomi di 2025. Indonesia merupakan negara yang masuk ke dalam daftar tersebut.
Menurut Aviliani, Wakil Ketua Umum Bidang VI Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) sekaligus peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), tahun ini optimis ekonomi Indonesia masih bisa bertumbuh di kisaran 5 persen.
Aviliani juga memaklumi adanya perlambatan ekonomi di banyak negara dunia, termasuk negara maju. Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) adalah salah satu biang kerok dari tingginya tensi geopolitik global, memengaruhi kondisi perekonomian negara.
“Disrupsi yang terjadi sekarang, ini juga karena pengaruh Trump, di mana Trump itu memperlakukan suatu kebijakan yang akhirnya (membuat) orang tuh wait and see dalam investasi,” jelas Aviliani di sela-sela acara kick-off Young Economist Festival 2025 Rabu, 11 Juni 2025.
Baca juga: Edanomic: Ekonomi “Edan” Berwajah “Zombie” Penuh Suap
Namun, beda halnya jika pemerintah ingin mencapai keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Salah satu alasannya, menurut Aviliani, karena target investasi Indonesia yang belum jelas.
“Kalau untuk tumbuh 8 persen, kita kan harus tumbuh investasinya berapa? 3 kali lipat. Dan fokusnya juga nggak jelas sekarang. Jadi, kita harus punya prioritas mana yang mau kita tumbuhkan supaya mempunyai multiplyer effect,” kata Aviliani.
Menurutnya, pertumbuhan investasi yang ideal adalah pertumbuhan yang juga mampu menciptakan lapangan kerja, bukan hanya investasi padat modal. Hal ini akan berdampak positif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, dan menimbulkan pemerataan pertumbuhan.
Lebih lanjut, Aviliani merasa, pemerintah Indonesia mampu memanfaatkan kondisi ini, guna membuat iklim investasi yang nyaman bagi investor. Namun, ketidakjelasan arah investasi ini justru malah membuat investor ragu untuk masuk ke Indonesia.
“Sebenarnya, Indonesia bisa memanfaatkan momentum ini. Sebenarnya, berbagai investor itu tertarik untuk investasi di Indonesia. Tapi, kita tuh nggak pernah siap (soal) apa yang mau kita dorong di dalam investasi,” papar Aviliani.
Sebagai contoh investor masih mengalami keraguan untuk membuka pabrik susu untuk program makan bergizi gratis (MBG). Mereka tidak mengetahui kepastian apakah program ini masih akan berlangsung atau tidak, karena ketidakjelasan pemerintah soal topik ini.
Baca juga: Stimulus Ekonomi Dinilai Perlu Sasar Kelas Menengah, Ini Alasannya
Proyeksi Ekonomi dari World Bank
Sebagai informasi, pada 10 Juni 2025, merilis laporan baru, di mana mereka kembali memangkas proyeksi pertumbuhan perekonomian global dari 2,7 persen di akhir Desember 2025, menjadi 2,4 persen saja. Banyak negara berkembang yang mengalami perlambatan ekonomi.
Dari laporan tersebut, Indonesia mengalami pemangkasan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,4 persen. Pada Januari 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di angka 5,1 persen. Namun, per Juni 2025, angka ini susut jadi hanya 4,7 persen.
Kondisinya juga belum membaik pada 2026. World Bank memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1 persen pada Januari 2025. Angka tersebut berubah menjadi 4,8 persen memasuki Juni 2025. (*) Mohammad Adrianto Sukarso