News Update

Program Restrukturisasi Kredit OJK akan Berdampak Negatif ke Sektor riil

Jakarta – Ekonom Senior yang juga Mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menilai, permasalahan ekonomi Indonesia ditengah Pandemi saat ini ialah sektor riil bukan mengenai likuiditas perbankan. Oleh karena itu dirinya mengimbau Pemerintah untuk tanggap mengantisipasi hal tersebut.

Chatib bahkan menyebut, program restrukturisasi kredit yang dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berdampak negatif terhadap sektor rill.

“Persoalan sektor rill kita akan muncul di 2021, kenapa? Karena sekarang itu kredit direlaksasi. Dimana kolektibilitas 1 dan 2 dianggap lancar. Sampai nanti OJK mengakhiri relaksasi kreditnya sehingga nanti kita akan tau apakah itu kreditnya akan macet betulan atau tidak,” jelas Chatib melalui video conference di Jakarta, Senin 20 Juli 2020.

Dirinya menilai, bilamana ada satu dua bank yang mengalami masalah likuiditas, hal tersebut pasti terjadi sebelum Pandemi Covid-19. Oleh karena itu, menurutnya penyuntikan likuiditas perbankan kurang begitu efektif untuk mendorong perekonomian.

“Kalau ada masalah likuiditas di bank itu mungkin masalah sebelum covid, bukan karena covid. Loan to deposit ratio masih menurun like ample. Jadi upaya mendorong sektor perbakan dengan mmberikan likuiditas mungkin tidak akan terlalu efektif,” jelas Chatib.

Dikesempatan yang sama Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai likuiditas perbankan masih sangat mencukupi. Longgarnya kondisi likuiditas tercermin pada rendahnya suku bunga PUAB, yaitu di sekitar 4% pada Juni 2020, serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni 24,33% pada Mei 2020.

“Likuiditas perbankan cukup baik bahkan sangat baik, grafik alat likuidid dibanding DPK sangat baik,” tambah Destry.

Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB, rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juni 2020 menurun dari 5,85% dan 9,60% pada Mei 2020 menjadi 5,74% dan 9,48%. Pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Mei 2020 juga meningkat menjadi 9,7% (yoy) dan 10,4% (yoy).

Selain itu, Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2020 tetap tinggi yakni 22,14%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,00% (bruto) dan 1,17% (neto). (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Kemenkraf Proyeksi Tiga Tren Ekonomi Kreatif 2025, Apa Saja?

Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More

9 mins ago

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

56 mins ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

1 hour ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

3 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

3 hours ago

Harga Emas Antam Stagnan, Segini per Gramnya

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More

3 hours ago