Jakarta – Presiden Iran Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan setelah helikopter yang ditumpanginya, termasuk Menteri Luar Negeri Hossein Amir Abdollahian di provinsi Azerbaijan Timur, Iran, pada Minggu (19/5).
Pencarian helikopter dan para penumpang sendiri sempat terkendala cuaca buruk. Namun, setelah berkutik selama 13 jam, tim akhirnya berhasil menemukan puing-puing pesawat.
Tak lama kemudian, pemerintah Iran mengumumkan secara resmi bahwa semua penumpang tewas dalam insiden tersebut.
Lalu, siapakah sosok Presiden Iran Ebrahim Raisi?
Dinukil laman Al Jazeera, Senin (20/5), Ebrahim Raisi merupakan pemimpin politik berusia 63 tahun yang telah lama dianggap sebagai penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, otoritas tertinggi di Iran.
Baca juga: Pemerintah Iran Umumkan Presiden Ebrahim Raisi Tewas dalam Kecelakan Heli
Raisi, yang merupakan politisi garis keras dan konservatif secara agama, pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2017, namun gagal. Hingga, akhirnya terpilih menjadi presiden pada 2021.
Raisi mulai belajar di seminari keagamaan Qom yang terkenal pada usia 15 tahun dan melanjutkan belajar di bawah bimbingan beberapa cendekiawan Muslim pada saat itu.
Di awal usia 20-an, ia diangkat menjadi jaksa di kota-kota berturut-turut hingga dirinya pergi ke ibu kota, Teheran, untuk bekerja sebagai wakil jaksa.
Pada 1983, ia menikah dengan Jamileh Alamolhoda, putri Imam Sholat Jumat Masyhad Ahmad Alamolhoda. Mereka kemudian memiliki dua anak perempuan.
Baca juga: Ini Kronologi Singkat Jatuhnya Pesawat Latih di BSD yang Tewaskan 3 Orang
Selama lima bulan pada tahun 1988, Raisi menjadi bagian dari sebuah komite yang mengawasi serangkaian eksekusi tahanan politik, sebuah masa lalu yang membuatnya tidak populer di kalangan oposisi Iran dan menyebabkan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadapnya.
Pada 1989, ia diangkat menjadi jaksa di Teheran setelah kematian Pemimpin Tertinggi pertama Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Karier Raisi pun terus menanjak di bawah pengganti Khomeini, Ayatollah Khamenei, dan menjadi ketua Astan Quds Razavi, lembaga keagamaan terbesar di Masyhad, pada 7 Maret 2016, yang mengukuhkan statusnya dalam pemerintahan Iran.
Raisi pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden pada 2017 melawan Hassan Rouhani, yang kala itu mencalonkan diri kembali.
Rouhani telah mengawasi negosiasi perjanjian nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara besar, membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi dan juga seorang kritikus terhadap kesepakatan tahun 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Adapun, Raisi berasal dari blok yang lebih garis keras dibandingkan Rouhani, yang dipandang sebagai seorang moderat dalam sistem politik Iran. Setelah kekalahannya, Raisi mulai merencanakan kampanye presiden berikutnya.
Pada Juni 2021, ia memperoleh 62 persen suara, namun pemilu tersebut dirusak oleh rendahnya jumlah pemilih sebesar 48,8 persen, setelah beberapa tokoh reformis dan moderat dicegah untuk mencalonkan diri.
Pada saat itu, JCPOA berada dalam kondisi kacau setelah Amerika, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, sehingga berdampak buruk pada perekonomian Iran. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Bank Capital menggandeng BCA Digital untuk mengembangkan dan menyalurkan kredit ke segmen pensiunan.… Read More
Poin Penting Kuasa hukum Babay Parid Wazdi menyatakan dakwaan JPU terkait kredit Sritex kabur dan… Read More
Poin Penting Arief Mulyadi, Direktur Utama PNM Cetak Prestasi Besar! Dinobatkan CEO The Year 2025… Read More
Poin Penting Babay Parid Wazdi tegaskan tidak terlibat rekayasa kredit atau manipulasi laporan keuangan Sritex.… Read More
Poin Penting Muhammad Yamin raih penghargaan Top CEO Infobank 2025 menandakan keberhasilannya memimpin transformasi bisnis… Read More
Poin Penting Akuntan harus menjaga kredibilitas laporan, integritas, dan tata kelola untuk kepercayaan pasar. IAI… Read More