Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang dalam Pilpres 2024. Dalam kepemimpinannya, Prabowo-Gibran optimis ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 6-7 persen.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan untuk pemerintahan selanjutnya akan dihadapi situasi yang cukup menantang, yang mana akan sulit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6-7 persen.
Hal tersebut tercermin dari kondisi geopolitik yang masih suram. Akibatnya kinerja ekspor berpotensi melambat dan devisa terancam turun.
“Kondisi geopolitik masih suram, artinya kinerja ekspor bisa melambat, devisa terancam turun. Ini sudah terlihat dari surplus perdagangan yang makin sedikit,” ujar Bhima saat dihubungi Infobanknews, dikutip, Jumat, 22 Maret 2024.
Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi para Capres Dinilai Terlalu Optimistis
Bhima menyebutkan bahwa di tiga tahun pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran diproyeksi tidak akan menikmati windfall harga komoditas.
“Harga minyak naik, batubara dan sawit belum naik jadi situasi nya sekarang makin kompleks,” jelasnya.
Terlebih, suku bunga acuan belum dapat dipastikan kapan terjadi penurunan. Ini akan berimbas ke aliran pendanaan investasi langsung dan pasar keuangan.
Selain itu, inflasi pangan menjadi ancaman yang cukup serius, karena langsung terkena ke daya beli kelompok menengah kebawah. Pemerintah harus bersiap geser dulu berbagai anggaran untuk bantu petani dan jaga daya beli.
Di sini tantangannya adalah menghindari reverse (pembalikan arah) bansos. Tahun 2023-2024 terutama sebelum pemilu masyarakat miskin dapat beras, dapat BLT (bantuan langsung tunai), dan bansos lainnya.
“Begitu bansos nya berkurang karena berbagai alasan, ini ciptakan rasa khawatir di 40 persen pengeluaran terbawah. Biasa dikasih bansos, kemudian berkurang pelan-pelan bansos nya maka angka kemiskinan 5 tahun kedepan bisa naik,” ungkapnya.
Akibatnya, menurut Bhima, dikarenakan sudah terjebak oleh bagi-bagi bansos tersebut, maka bansos besar-besaran harus terus dilanjutkan untuk tetap menggenjot daya beli masyarakat
Baca juga: Kejar Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen, Ini yang Harus Dilakukan
“Pertanyaannya, bagaimana membiayai program kampanye lainnya? Hilirisasi, IKN, makan siang gratis? Di sini timbul kekhawatiran dari investor dan pelaku usaha, disiplin fiskal era Prabowo akan melorot, rasio utang naik, pendapatan pajak nya akan menyasar kelompok menengah,” pungkasnya.
Sehingga, kata Bhima, diperlukan juga untuk mendapat rencana fiskal atau postur anggaran yang clear dari pemerintahan baru, dimana risiko dan strategi yang harus dibenahi dari sekarang.
“Kalau sampai disiplin fiskalnya turun, rating utang bisa downgrade dan timbulkan masalah serius,” tegasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE OSES) resmi menyalurkan gas bumi ke… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) meluncurkan program Gerakan Tertib Arsip (GEMAR) dan aplikasi New E-Arsip… Read More
Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More
Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More
Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More