Ilustrasi: Krisis utang negara Afrika. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Amerika Serikat (AS) tengah dirundung masalah ekonomi secara beruntun. Setelah kolapsnya sejumlah bank, kini AS dihadapkan dengan potensi gagal bayar utang atau default. Kondisi ini dikhawatirkan akan memberikan dampak ekonomi secara global. Lalu, bagamaina pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia?
Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Abdul Manap Pulungan mengatakan, potensi gagal bayar utang AS tak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pasalnya, ketergantungan Indonesia terhadap AS, terutama dalam hal perdagangan tak terlalu besar.
“Dampaknya dari potensi gagal bayar utang ini sifatnya temporer gitu ya, tidak akan berdampak sangat jauh karena yang diserang tentunya dari sektor keuangan,” ujar Manap dalam diskusi virtual INDEF, Senin, 8 Mei 2023.
Dia melanjutkan, dampak dari potensi gagal bayar utang tersebut harus ditinjau dari dependensi Indonesia terhadap AS. Dia melihat, dalam hal perdagangan ketergantungan RI terhadap AS bisa dibilang rendah.
“Dari sisi ekspor, kontribusinya hanya 9,22% dari total ekspor nasional, sementara impornya hanya sekitar 4,8%. Nah, penurunan ini akan berdampak disebabkan oleh ketika nanti memang pada akhirnya di-shutdown maka akan ada penurunan permintaan AS terhadap ekspor Indonesia,” kata Manap.
Kedua, lanjut Manap, bisa dilihat dari sisi penanaman modal. Menurutnya, porsi penanaman modal Indonesia dari AS masih sekitar 6% dari total investasi asing langsung atau foreign direct investment.
“Sebetulnya tidak begitu signifikan, tapi rata-rata investasinya di sektor-sektor strategis khususnya yang energi,” tambah Manap.
Sektor lain yang perlu menjadi perhatian adalah sektor moneter. Pengaruhnya bisa dilihat dari pada transmisi nilai tukar rupiah yang pada akhirnya dapat memengaruhi tingkat suku bunga.
“Gejolak moneter umumnya menimbulkan capital outflow yang menyebabkan terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, sehingga dapat memengaruhi tingkat suku bunga,” jelas Manap.
Terakhir, dari sisi fiskal. Menurut Manap, apabila gejolak potensi gagal bayar utang AS ini terus terjadi, maka akan berpengaruh terhadap imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). Ketika nilai imbal hasil ini meningkat akan merugikan, karena besaran biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk setiap lelang SBN akan membesar.
“Ini akan berpengaruh kepada biaya cicilan dan pokok utang yang akan cenderung akan naik,”pungkas Manap.(*)
Poin Penting Laba BRK Syariah kuartal III-2025 naik 3,46 persen menjadi Rp218,20 miliar didorong pembiayaan… Read More
Poin Penting BCA menyiapkan uang tunai Rp42,1 triliun untuk Nataru 2025/2026 agar transaksi nasabah tetap… Read More
Poin Penting Aliran modal asing keluar pada minggu kedua Desember 2025 nonresiden tercatat jual neto… Read More
Poin Penting Pembiayaan Multiguna iB Hijrah Bank Muamalat tumbuh 41 persen secara tahunan (YOY) hingga… Read More
Poin Penting Daniel dan Richard Tsai jadi orang terkaya Taiwan dengan kekayaan USD13,9 miliar dari… Read More
Poin Penting Bank Mega dan Metro menggelar Season of Elegance Fashion Show yang menampilkan karya… Read More