Moneter dan Fiskal

Polandia dan Wagner Memanas, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi RI

Jakarta – Ketegangan antara Polandia dan Belarusia kian memanas setelah insiden pelanggaran ruang udara oleh dua helikopter dari Belarusia serta tentara bayaran Wagner semakin dekat ke perbatasan. Hal ini dikhawatirkan akan memancing tensi geopolitk yang dapat mempengaruhi pemulihan ekonomi global khususnya di eropa.

Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)Ryan Kiryanto mengatakan, bila Wagner mengganggu keamanan Polandia yang merupakan negara anggota dari NATO, maka akan menyulut terjadinya peperangan di semenanjung Rusia.

Dimana bila peperangan itu terjadi, maka dikahwatirkan jika Ukraina ikut terlibat, perang antara Rusia – Ukraina tidak akan segera mereda atau bahkan semakin berlarut-larut.

Baca juga: Ancaman Kelompok Wagner, Rusia Umumkan Rezim Operasi Antiteroris

Kemudian, hal ini akan mengganggu rantai pasok global di sektor pangan khususnya gandum yang bukan hanya berdampak di negara maju di Eropa, tapi juga Indonesia. Karena beberapa negara di Kawasan tersebut merupakan eksportir bahan pangan tepung dan gandum.

“Disini mungkin beberapa negara lain termasuk Indonesia barangkali bisa terkena efeknya, harga gandum akan naik sementara gandum itu untuk negara-negara Eropa itu menjadi bahan baku utama, kalau kita di Indonesia kita gak terlalu tergantung ke gandum,” ujar Ryan saat dihubungi Infobanknews, dikutip Jumat 4 Agustus 2023.

Secara keseluruhan, tambah Ryan, kalau terjadi eskalasi yang lebih serius antara pasukan tantara Wagner dengan Polandia tentu akan menaikan risiko geopolitik, sehingga membuat upaya-upaya diplomatik yang dilakukan negara-negara lain, misalnya melalui PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), IMF (International Monetary Fund), bahkan World Bank (Bank Dunia) akan sia-sia.

“Jadi kesimpulannya kalau sampai ada agresi militer oleh kelompok tantara bayaran Wagner ke Polandia tentu akan memperuncing kondisi di Kawasan itu. Polandia masuk anggota Nato sehingga mereka (negara anggota NATO lain) akan ke seret-seret istilahnya ada solidaritas sesame negara NATO tentu yang belain Polandia nanti akan lebih banyak tetapi secara keseluruhan lingkungan di sebagian kawasan Eropa ini menjadi tidak kondusif,” pungkasnya.

Lebih lanjut, dampak langsung dari tensi ini hanya akan dirasakan oleh negara maju khususnya di Eropa, karena adanya disrupsi rantai pasok pangan yang bisa memicu kenaikan inflasi. Sehingga, penurunan suku bunga di Eropa yang diharapkan menurun pada awal 2024 akan molor lagi.

“Tetapi lebih dari itu pemulihan ekonomi di negara-negara benua biru itu menjadi terkendala secara serius, apalagi kalau merembet kemana-mana itu menggangu disrupsi rantai pasokan global, penerbangan-penerbangan antar negara mungkin akan menjadi terbatas, dan lalu lintas darat antar negara juga mungkin akan terkendala banyak rentetannya,” ungkapnya.

Meskipun di Indonesia tidak akan terkena dampak langsung dari memanasnya Polandia dan tentara bayaran Wagner. Dimana Indonesia relatif terisolasi dengan apapun yang terjadi di benua Eropa, karena hubungan bisnis yang tidak besar.

Baca juga: Konsumsi Rumah Tangga hingga Ekspor Masih Kuat, Ekonomi Indonesia Diprediksi Mampu Tumbuh 5,1% di 2023

Namun, Pemerintah Indonesia diminta terus waspada dan terus memperkuat fundamental ekonominya untuk mengantisipasi tekanan dari eksternal yang masih diselimuti ketidakpastian.

“Maka penting bagi pemerintah kita siapapun Presidennya untuk memperkuat fundamental ekonomi kita, itu penting sehingga kalau ada tekanan atau shock dari eksternal karena perang atau apapun fundamental kita gak tergerus,” jelasnya.

Ryan menyatakan bahwa perang antar Rusia-Ukraina saja belum diketahui kapan akan mereda, kemudian disrupsi rantai pasok global masih menghantui. Maka penting bagi indonesia memperkuat dirinya sendiri, salah satunya yaitu dengan mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam dalam negeri dengan hilirisasi.

“jadi lebih baik indo memperkuat dirinya sendiri dgn mengoptinalkan potensi SDA dalam negerinya salah sagtu solusinya yg namanya hilirisasi, atau saya lebih suka menyebutnya reindustrialisasi. Baik itu pertambangan, kelautan, perikanan maupun sektor pertanian,” terang Ryan. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Irawati

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

7 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

9 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

9 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

11 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

16 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

18 hours ago