Moneter dan Fiskal

PMI Manufaktur Indonesia Mei Melambat, Kenapa?

Jakarta – Kinerja manufaktur Indonesia pada Mei 2022 tercatat melambat dibandingkan bulan April. Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan mencatat Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur berada pada level 50,8, melambat dibandingkan bulan lalu sebesar 51,9.

“Disrupsi rantai pasok dan kebijakan restriksi Covid-19 di Tiongkok telah berdampak pada kinerja manufaktur di banyak negara mengingat besarnya kontribusi Tiongkok dalam rantai pasok global. Hal tersebut akan terus kami antisipasi agar risiko ini tidak menghambat laju pemulihan ekonomi Indonesia,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, seperti dikutip 3 Juni 2022.

Angka ini masih masuk dalam zona ekspansif. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih cukup baik. Misalnya saja, PMI Manufaktur Filipina (54,1), Malaysia (50,1), India (54,6), Eurozone (54,6), Amerika Serikat (57,0), dan PMI Manufaktur Tiongkok yang mengalami peningkatan ke level 48.1 meskipun masih dalam zona kontraksi.

Pertumbuhan permintaan baik domestik maupun ekspor tercatat masih terus meningkat. Sementara itu, penyerapan kerja juga masih terus terjadi seiring dengan ekspansi produksi.

Meskipun demikian, konflik geopolitik yang tengah terjadi serta restriksi sosial di Tiongkok karena pandemi menekan arus pasokan serta waktu pengiriman barang ke dalam negeri pada bulan Mei. Kondisi ini menyebabkan tertahannya sektor manufaktur dalam mengoptimalkan kapasitas produksinya. Selain itu, harga barang input yang masih tinggi menambah tekanan pada pertumbuhan sektor manufaktur.

Febrio memastikan kondisi manufaktur Indonesia ke depan akan membaik seiring dengan relaksasi lockdown di Tiongkok. Kapasitas produksi manufaktur saat ini terus membaik dan mulai mendekati kapasitas produksi rata-rata pada periode prapandemi.

“Selain itu, intervensi Pemerintah untuk mengendalikan harga juga sangat penting untuk menjaga berlanjutnya momentum pemulihan. Momentum kenaikan harga komoditas juga diharapkan memiliki dampak positif ke aktivitas dunia usaha secara umum,” ujarnya.

Sementara itu, secara yoy, laju inflasi Mei 2022 melanjutkan tren peningkatan yang mencapai 3,55% (April 2022: 3,47%). Inflasi ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2017, dipengaruhi oleh tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan Lebaran. Komoditas pangan memberikan kontribusi terbesar. Secara bulan ke bulan, inflasi Mei tercatat menurun ke level 0,40% (April 2022: 0,95%).

Perkembangan inflasi inti didorong oleh daya beli masyarakat yang semakin pulih di tengah dampak dari kenaikan harga komoditas global. (*)

 

Editor: Rezkiana Nisaputra

Evan Yulian

Recent Posts

KBank Perkuat Ekspansi Regional, Tegaskan Investasi pada Bank Maspion

Bangkok - Kasikorn Bank (KBank) semakin mengukuhkan posisinya di kawasan ASEAN dan sekitarnya dengan strategi… Read More

2 hours ago

Solo International Art Camp 2024, Seni yang Menghubungkan Dunia

Solo - Solo International Art Camp (SIAC) 2024 kembali lagi. Event yang digelar pada 17-24… Read More

2 hours ago

Kejahatan Siber Meningkat, Kenali Modus Penipuan Investasi Gaya Baru

Jakarta - Perkembangan teknologi digital yang pesat telah mendorong industri keuangan memperluas jaringan melalui aplikasi… Read More

11 hours ago

Riset NielsenIQ: 23 Persen Konsumen Berencana Tambah Utang untuk Penuhi Kebutuhan

Jakarta – Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi menjadi faktor utama yang membebani pikiran… Read More

11 hours ago

Bank DKI Galang Kerja Sama BUMD di Ajang Porseni 2024

Jakarta - Bank DKI tidak hanya dikenal sebagai institusi keuangan, tetapi juga sebagai penggerak sinergi… Read More

11 hours ago

37 BUMN Ada di BEI, Segini Kontribusinya

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat 37 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)… Read More

13 hours ago