Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. (Foto: istimewa)
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa anjloknya Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia disebabkan oleh dampak perang dagang global antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Airlangga menjelaskan bahwa perang dagang tersebut berdampak pada menyusutnya aktivitas perdagangan global, yang pada akhirnya menimbulkan perlambatan terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.
“PMI turun kan karena trade war. Jadi dunia kan perdagangan shrinking (penyusutan), pertumbuhan Amerika juga negatif. Jadi ini namanya optimisme yang terganggu oleh trade war,” ujar Airlangga kepada wartawan di kantornya, Jumat, 2 Mei 2025.
Baca juga: Menko Airlangga Bakal Panggil Pelaku Industri Padat Karya, Ini Bocoran Pembahasannya
Meski demikian, Airlangga masih optimis akan prospek ekonomi Indonesia. Ia menilai kondisi kawasan regional masih relatif stabil. Oleh karena itu, pemerintah akan mendorong kerja sama ekonomi, seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) sebagai bagian dari upaya diversifikasi pasar ekspor.
Airlangga pun mencermati pentingnya penurunan tariff barrier dam hambatan perdagangan agar produk Indonesia semakin kompetitif di pasar global.
“Dan menurunkan tarif barrier, karena kalau kita turun yang lain juga resiprokal menurunkan, maka produk kita akan lebih kompetitif ke depan,” imbuhnya.
Baca juga: Menko Airlangga Temui Menkeu AS Bahas Tarif Trump, Ini Hasilnya
Selain itu, Airlangga mengakui bahwa perang dagang turut berperan dalam pemangkasan proyeksi dari pertumbuhan industri Indonesia oleh Bank Dunia (World Bank), dari sebelumnya 5 persen menjadi 3,8 persen. Hal ini karena Indonesia merupakan bagian dari rantai pasok global.
“Ya salah satu kan perdagangan dunia kan antara Amerika dengan China sendiri relatif sampai sekarang kan bisa terhenti karena adanya perang dagang. Sedangkan kita kan menjadi bagian dari supply chain daripada global market,” tandasnya.
Airlangga menyampaikan untuk mengatasi hal tersebut pemerintah tengah mempersiapkan perubahan kebijakan atau deregulasi agar menekan biaya tinggi di sektor manufaktur. Ia mengungkapkan bahwa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Deregulasi akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Ya deregulasi. Deregulasi sedang akan berjalan, Satgas sedang berproses dan dalam waktu singkat mungkin kita akan meluncurkan paket. Ya nanti akan berpaket,” paparnya.
Baca juga: PMI Manufaktur RI Kembali Ekspansi, Begini Kata Anak Buah Sri Mulyani
Seperti diketahui, berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers’Index (PMI) atau indeks manufaktur Indonesia pada April 2025 berada di level 46,7 (fase kontraksi). Angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan Maret 2025 yang masih berada di level 52,4.
“Ini sekaligus menandakan optimisme atau kepercayaan diri dari para pelaku industri manufaktur dalam negeri semakin menurun di tengah situasi uncertainty (ketidakpastian) saat ini,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 2 Mei. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More