Moneter dan Fiskal

PM Singapura: Inflasi Akan Jadi Masalah Besar Jika Tidak Ada Pencegahan

Jakarta – Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong menekankan bahwa tren inflasi yang naik saat ini bisa menjadi masalah besar jika tiap negara tidak mengambil tindakan pencegahan. Ia mengungkapkan, dengan inflasi yang sudah tinggi, negara perlu mengambil kebijakan ekstrem untuk menurunkannya.

“Sangat sulit untuk melakukan itu (menurunkan inflasi) dan memiliki soft landing. Ada risiko besar jika anda melakukan apa yang perlu dilakukan, tetapi hasilnya memicu resesi. Itu terjadi berulang kali di tahun 60-an, 70-an, 80-an, 90-an. Nah itulah resiko yang harus kita antisipasi dan waspadai. Tapi, anda harus mengambil risiko itu karena jika anda tidak bertindak melawan inflasi, ini akan menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia,” jelas Lee seperti yang dikutip dari channelnewsasia, 23 Mei 2022.

Beberapa waktu belakangan angka inflasi memang terus merangkak naik. Tren ini terjadi secara global dan mulai mencapai level yang mengkhawatirkan.

Misalnya saja, inflasi Inggris yang melonjak hingga 9% pada April 2022. Angka ini naik 2% dari bulan sebelumnya yang mencapai 7%. Kenaikan kali ini juga menjadi kenaikan inflasi yang tercepat dalam 40 tahun terakhir.

Selanjutnya, inflasi inti Jepang naik ke level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir per April 2022. Sedangkan, Inflasi inti Singapura naik ke 2,9% yoy pada periode yang sama.

International Labour Organization (ILO) mencatat tren naiknya inflasi disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah efek memar pandemi yang belum berakhir. Pemulihan pandemi memerlukan waktu dan proses itu meningkatkan inflasi dengan harga pangan dan jasa yang meningkat.

Penyebab kedua adalah konflik geopolitik antara Rusia Ukraina. Perang kedua negara ini sontak mengganggu rantai pasok global dan perdagangan internasional. ILO mencatat harga minyak mentah dan gandum di 2022 sudah 50% lebih mahal dibandingkan tahun sebelumnya.

Meski situasi tidak baik-baik saja, Lee tetap menyorot pemulihan ekonomi dari COVID-19 yang lebih cepat dari perkiraan. Perkembangan ini menurutnya disebabkan oleh kebijakan stimulus yang dilakukan oleh setiap negara, sehingga bisa bertahan dari dampak inflasi global dan ketidakpastian ekonomi. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Evan Yulian

Recent Posts

Optimis Capai Ekonomi 8 Persen, Pemerintah Lakukan Strategi Ini

Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More

27 mins ago

Tinggal Tap, QRIS NFC Bakal Meluncur di Kuartal I-2024

Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More

1 hour ago

Diduga Kena Serangan Ransomware, BRI Pastikan Data dan Dana Nasabah Aman

Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More

2 hours ago

IIF Dukung Proyek SPAM di Sumatra

Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menjalin kolaborasi strategis dengan menyalurkan pembiayaan sebesar Rp327,3… Read More

3 hours ago

Emiten Ritel MR.DIY Bidik Pembukaan 1.000 Toko Baru Tahun Depan

Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More

3 hours ago

IHSG Sesi I Ditutup Merah ke Level 6.991, Ini Biang Keroknya

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More

4 hours ago