Kondisi kualitas Jakarta yang kian memburuk/istimewa
Jakarta – Kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) memang sedang tidak baik-baik saja. Pembuangan emisi karbon PLTU di wilayah Jabodetabek disebut sebagai salah satu biang keroknya.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi pun angkat suara terkait dengan buruknya kualitas udara di Jabodetabek belakangan ini. Menurutnya, memang ada 3 PLTU yang beroperasi di wilayah Jabodetabek, yakni PLTU Suralaya, PLTU Banten dan PLTU Lontar.
Namun faktanya, kata dia, emisi karbon ketiga PLTU itu sudah sangat rendah, yang ditekan di bawah ambang batas emisi sesuai ketentuan Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia No 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi.
Baca juga: Kualitas Udara Kian Memburuk, Jokowi Dorong Perkantoran Terapkan WFH
Bahkan, Kementerian LHK menganugerahkan Proper Emas kepada ketiga PLTU tersebut yang merupakan penghargaan tertinggi bagi perusahaan yang terbukti melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan.
Artinya, ketiga pembangkit itu sudah menerapkan teknologi Electrostatic System Precipitator (ESP) yang mengendalikan abu hasil proses pembakaran dan menjaring debu PM 2,5 sehingga tidak berhamburan yang mencemari udara.
Selain itu, ketiga PLTU itu juga menerapkan teknologi Low NOx Burner yang dapat menekan polusi NO2 sangat rendah, di bawah ambang batas ditetapkan Kementerian LHK
“Dengan demikian, asap kendaraan bermotor dan asap pabrik menjadi penyumbang terbesar kualitas udara yang buruk di Jabotabek. Mengingat polusi udara Jabotabek sudah sangat ekstrim, maka kebijakan pemerintah pun juga harus ekstrim,” jelasnya.
Baca juga: Dari Driver Ojol, Menteri, hingga Jokowi jadi Korban Buruknya Kualitas Udara
Sebelumnya, pada saat memimpin rapat terbatas (ratas), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir ini sangat buruk di angka 156 dengan keterangan tidak sehat.
Jokowi menyebutkan faktor-faktor penyumbang kualitas udara buruk di Jabotabek, di antaranya pembuangan emisi dari transportasi yang menggunakan energi fosil dan aktivitas industri di wilayah Jabodetabek.
Menurutnnya, menekan polusi dari kendaraan bermotor agar kualitas udara kembali normal pemerintah harus menerapakan kebijakan ganjil-genap kendaraan pribadi di seluruh wilayah Jabodetabek selama 24 jam.
“Kebijakan ini akan mengurangi setengah jumlah kendaraan pribadi yang melaju di jalanan Jabodetabek,” bebernya.
Baca juga: Kualitas Udara di Tangsel Terburuk di Indonesia, Warga Disarankan Tidak Keluar Rumah
Ia menegaskan, untuk mendukung kebijakan itu, Pemerintah DKI Jakarta harus menambah bus angkutan massal berbasis listrik dan lebih serius lagi dalam pengembangan ekosistem Electric Vehicle.
Sementara itu, untuk mengatasi polusi udara dari asap pabrik, pemerintah harus menindak tegas perusahaan yang tidak mengolah limbah dan masih menghasilkan asap yang memperburuk polusi udara.
“Tanpa kebijakan ekstrim, jangan harap bisa menekan polusi udara buruk dan tidak sehat di wilayah Jabodetabek,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Pollux Hotels Group menerbitkan obligasi berkelanjutan perdana dengan penjaminan penuh dan tanpa syarat… Read More
Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More
Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More
Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More
Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More
Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More