Ilustrasi: Proyek perumahan. (Foto: Istimewa)
Poin Penting
Jakarta – Membeli rumah lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sudah menjadi pilihan populer masyarakat Indonesia di tengah harga properti yang terus menanjak. Namun, tak sedikit debitur yang di tengah jalan merasa beban cicilannya terlalu berat, atau sekadar ingin mencari skema pembayaran yang lebih ramah kantong. Di sinilah opsi take over KPR hadir sebagai solusi.
Take over KPR pada dasarnya adalah proses memindahkan fasilitas kredit dari satu bank ke bank lain, atau dari satu skema ke skema lain. Tujuannya sederhana, yakni mendapatkan bunga lebih ringan, tenor lebih panjang, atau layanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan nasabah.
Saat ini, dua skema yang paling banyak dipilih adalah KPR konvensional dan KPR syariah—keduanya menawarkan pendekatan berbeda, dengan plus-minus masing-masing.
Baca juga: Ekspansi Layanan KPR, Bank Sinarmas Jalin Kemitraan Strategis dengan Xavier Marks
KPR konvensional masih menjadi primadona karena bank konvensional jumlahnya lebih banyak dan menawarkan beragam promo bunga. Merangkum berbagai sumber, ada beberapa keunggulannya antara lain suku bunga kompetitif, fleksibilitas tenor hingga 25 tahun, dan adanya program subsidi bunga di awal cicilan.
Namun, di balik fleksibilitas itu, terdapat risiko yang tak bisa diabaikan. Bunga floating bisa sewaktu-waktu naik sesuai kondisi pasar, cicilan pun ikut membengkak. Belum lagi biaya tambahan seperti administrasi, appraisal, dan penalti dari bank asal yang kerap jadi batu sandungan.
Sebaliknya, KPR syariah hadir dengan konsep tanpa bunga. Alih-alih berbasis bunga, skema syariah menggunakan akad jual beli seperti murabahah, ijarah muntahiya bittamlik, atau musyarakah mutanaqisah. Kelebihannya, cicilan bersifat tetap sejak awal hingga akhir tenor, lebih transparan, serta sesuai dengan prinsip syariah yang bebas dari riba dan spekulasi.
Meski begitu, cicilan syariah kerap terlihat lebih tinggi di awal ketimbang KPR konvensional. Pilihan bank yang terbatas dan skema cicilan yang relatif kaku juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi nasabah yang menginginkan fleksibilitas.
Baca juga: Bos NOBU Ungkap Strategi Jaga Kinerja dan Kualitas KPR di Tengah Tren Kenaikan NPL
Sebelum buru-buru melakukan kpr take over, ada beberapa hal yang wajib diperhitungkan. Mulai dari menghitung biaya tambahan (notaris, administrasi, hingga penalti bank lama), mengecek kemampuan finansial jangka panjang, hingga melakukan riset dan perbandingan penawaran antarbank.
Jika menginginkan cicilan stabil untuk perencanaan jangka panjang, KPR syariah bisa jadi pilihan. Sebaliknya, bagi mereka yang butuh fleksibilitas tenor, KPR konvensional lebih cocok. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More