Nasional

Picu Kanker, BPOM Wajibkan AMDK Beri Label Peringatan Bahaya BPA

Jakarta – Saat ini masyarakat international dan dalam negeri telah banyak informasi terkait keamanan Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang berpotensi berdampak pada  kesehatan. BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya. Karena menjadi perhatian serius di luar negeri terhadap dampak kesehatan dari BPA ini, pada tahun 2018 Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA yang semula sebesar 0,6 bpj (bagian per juta) turun menjadi 0,05 bpj.

BPA bekerja atau berdampak kesehatan melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Beberapa negara seperti Perancis, Brazil, negara bagian Vermont (Amerika Serikat) dan Columbia telah menetapkan pelarangan penggunaan BPA pada kemasan pangan termasuk air minum dalam kemasan. Negara bagian California (Amerika Serikat) mengatur pencantuman peringatan label bahaya BPA berupa potensi resiko kanker, gangguan kehamilan dan fungsi reproduksi. BPA termasuk dalam salah satu senyawa yang diatur dalam daftar Proposition 65 (Peraturan Negara Bagian California) yang harus mencantumkan peringatan pada label kemasan setiap produk dan pada ritel/rak penjualan.

Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mengatakan, di Indonesia sendiri, persyaratan batas migrasi Bisfenol A pada kemasan plastik polikarbonat ditetapkan dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, sebesar 0,6 bpj. Berdasarkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4% sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran.

“Hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan (berada pada 0,05 s.d. 0,6 bpj) sebesar 46,97% di sarana peredaran dan 30,91% di sarana produksi. Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj (berisiko terhadap kesehatan) di sarana produksi sebesar 5% sampel galon baru dan di sarana peredaran sebesar 8,67%,” ujarnya dalam sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan BPA pada AMDK, dikutip 9 Juni 2022.

Sehingga, lanjut dia, dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, Badan POM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

“Pengaturan pelabelan BPA pada AMDK ini juga dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi serta bukti ilmiah di negara lain, dan perlu dipahami bersama bahwa isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional tetapi merupakan perhatian global yang harus kita sikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen,” tambahnya.

Kepala Badan POM menegaskan beberapa poin penting dalam pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik antara lain, tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. “Sekali lagi ini semata untuk kepentingan perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha (agar tidak ada liabiliti atau tuntutan hukum di kemudian hari). Regulasi ini hanya berlaku untuk AMDK yang mempunyai ijin edar sehingga tidak berdampak terhadap depot air minum isi ulang,” ucapnya.

Adanya regulasi ini, diharapkan dapat menggerakan pelaku usaha berinovasi sehingga muncul kompetisi/ daya saing untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu, sehingga masyarakat diuntungkan. Bila produk AMDK kemasan galon PC dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan maka label produk beredar tidak perlu dicantumkan “berpotensi mengandung BPA”. Pencantuman informasi dapat berupa sticker atau inkjet atau teknologi lainnya sepanjang melekat kuat dan tidak mudah terhapus.

“Sekali lagi kami menggugah kesadaran dan tanggungjawab kita bersama baik selaku produsen maupun konsumen demi kebaikan bersama dalam upaya kita membangun masyarakat yang sehat, produktif dan berdaya saing,” paparnya.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Bank Mandiri Raih Gelar The Strongest Bank in Indonesia 2024

Jakarta - Bank Mandiri konsisten mendukung pertumbuhan ekonomi kerakyatan dengan mengandalkan transformasi digital. Melalui wholesale… Read More

10 mins ago

IHSG Kembali Dibuka Turun 0,11 Persen ke Level 7.471

Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9:03 WIB, 5 November 2024, Indeks Harga… Read More

58 mins ago

Tantangan Perbankan di Masa Transisi Pemerintahan

Oleh Paul Sutaryono PADA 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik menjadi… Read More

2 hours ago

IHSG Berpotensi Menguat Terbatas, Ini Sentimen Pendorongnya

Jakarta –  Pilarmas Investindo Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini… Read More

2 hours ago

Pendapatan MNC Digital (MSIN) Rp2,30 T di September 2024, Laba Bersih Naik Signifikan

Jakarta - PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), anak perusahaan dari PT Media Nusantara Citra… Read More

11 hours ago

Krisis Daya Beli: Masyarakat Tetap Prioritaskan Kebutuhan Makanan

Jakarta - Penurunan jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di… Read More

11 hours ago