Jakarta – “Kita tidak akan bisa mengendalikan angin saat berlayar, tapi kita bisa menyesuaikan layarnya”. Kalimat ini sekiranya memberi gambaran singkat tentang proses transformasi digital yang sedang terjadi di industri perbankan Tanah Air saat ini. Bank memang tidak bisa mengendalikan zaman yang terus berubah, tetapi bank harus mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi di tengah perubahan zaman itu.
Setidaknya, terdapat tiga aspek utama yang mendorong pengembangan transformasi digital bank di Indonesia, yaitu peluang digital (digital opportunity), perilaku digital (digital behavior), dan transaksi digital (digital transaction). Pertama, di sisi peluang digital. Indonesia diprediksi akan memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara 2020-2030. Hal ini ditandai dengan jumlah usia produktif yang mencapai dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Besarnya jumlah penduduk usia produktif menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan.
Benar saja. Pada pertengahan 2022 lalu, jumlah penduduk usia produktif telah melampaui dua kali lipat lebih banyak dari jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Merujuk pada data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 275,36 juta jiwa per Juni 2022. Dari jumlah tersebut, ada 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk Indonesia yang masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Sedangkan, 84,53 juta jiwa (30,7%) merupakan penduduk yang masuk kategori usia tidak produktif. Perinciannya, sebanyak 67,16 juta jiwa (24,39%) penduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan sebanyak 17,38 juta jiwa (6,31%) merupakan kelompok usia sudah tidak produktif (65 tahun ke atas).
Berdasarkan data tersebut, maka bonus demografi tinggal menunggu dipetik buahnya. Sebab, bonus demografi ini disebut-sebut akan membawa “berkah” di masa depan, dan menjadi salah satu peluang terciptanya ekosistem digital di negeri ini. Penduduk usia produktif, yang meliputi generasi muda atau generasi milenial, memiliki karakteristik digital minded, digital savvy atau berteman baik dengan teknologi. Sehingga, ke depan generasi ini bisa menjadi sumber talenta digital dan konsumen yang banyak menggunakan perangkat teknologi. Tentu saja, hal ini berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan digital. Ekonomi digital Indonesia diproyeksikan tumbuh 20% dari 2021 menjadi US$146 miliar pada 2025, dan diprediksi akan terus meningkat.
Kedua, di sisi perilaku digital. Hal itu terlihat dalam peningkatan penetrasi internet di Tanah Air. Berdasarkan laporan bertajuk Profil Internet Indonesia 2022 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), terjadi peningkatan persentase penetrasi internet di Indonesia. Pada 2021-2022, tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar 77,02%. Angka ini naik dari 2019-2020 yang tercatat 73,70%. Dari survei ini pun tersingkap bahwa salah satu alasan masyarakat menggunakan internet ialah untuk dapat mengakses layanan keuangan.
Pesatnya perkembangan teknologi memang telah mengubah perilaku dan pola transaksi nasabah menjadi serbadigital. Geliat transformasi digital salah satunya dipicu oleh pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang melanda Tanah Air pada awal 2020 lalu. Ketika pembatasan sosial berskala besar dilakukan, seluruh kegiatan perbankan nasabah dipaksa beralih ke digital channel atau kanal digital. Kebiasaan ini pun terus berlanjut, bahkan makin menguat. Alhasil, nasabah makin jarang datang langsung ke kantor cabang perbankan.
Tahun lalu, sejumlah bank memutuskan untuk menutup kantor cabangnya. Hal ini mengakibatkan penyusutan jumlah kantor cabang bank. Merujuk pada data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor cabang bank umum pada Agustus 2022 tercatat 25.842 kantor cabang. Jumlah tersebut turun 12,94% secara tahunan (year on year/yoy) atau 3.841 unit jika dibandingkan dengan Agustus 2021 yang sebanyak 29.683 kantor cabang.
Merosotnya jumlah kantor cabang berbanding terbalik dengan transaksi melalui kanal digital yang justru memelesat. Bank Indonesia (BI) mencatat, per Oktober 2022 nilai transaksi digital banking naik 38,38% yoy menjadi Rp5.184,1 triliun. Sementara itu, nilai transaksi uang elektronik pada periode yang sama tumbuh 20,19% (yoy) menjadi Rp35,1 triliun. Akselerasi digital perbankan di Indonesia juga ditandai dengan meningkatnya penggunaan pembayaran digital melalui Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS.
Fitria Irmi Triswati, Kepala Bagian Prakiraan Sistem Pembayaran BI, mengatakan bahwa tren volume transaksi QRIS hingga Agustus 2022 meningkat menjadi 91,73 juta atau senilai Rp9,66 triliun. Secara yoy, nilai transaksinya meningkat 184% dan 13% secara on the month. Jumlah pengguna QRIS hingga Agustus 2022 meningkat 14,6% (month on month) dibandingkan dengan Juli 2022. “Dengan demikian, hingga Agustus 2022, jumlah pengguna QRIS sudah mencapai 12 juta pengguna dengan peningkatan signifikan pada Agustus sebesar 1,55 juta,” ujar Fitria, beberapa waktu lalu.
Kondisi ini makin memperjelas bahwa fokus bank-bank saat ini telah beralih, mengikuti kebiasaan baru nasabah yang serbadigital dengan mengadopsi teknologi-teknologi digital – ketimbang memperbanyak jumlah kantor cabangnya. Oleh karena itu, pertumbuhan transaksi digital menjadi faktor ketiga yang turut melatarbelakangi transformasi digital perbankan. Dengan adanya ketiga faktor tersebut, suatu keharusan bagi bank untuk bertransformasi menuju era perbankan digital, bila tak ingin ditinggalkan nasabahnya.
Persaingan Era Digital: Siapa Bank Berhasil Masuk Babak Final?
Semenjak pandemi, bank-bank mulai gencar meningkatkan layanan digitalnya. Apalagi, kemunculan bank digital atau neobank – bank yang beroperasi seutuhnya secara digital, tanpa jaringan cabang fisik tradisional – makin memperkuat sengitnya persaingan bank dalam bertransformasi digital. Saat ini, semua bank sedang bernafsu untuk go digital, baik bank konvensional maupun bank digital. Bank-bank berlomba untuk membuat layanan digital yang menarik hati nasabah. Kendati demikian, ketatnya pertarungan ini menimbulkan pertanyaan, siapa bank yang akan menang?
Menurut catatan Infobank, bank-bank di Tanah Air mulai menjalankan aksi transformasi digital sejak 2016. Saat itu, beberapa bank mulai meluncurkan produk perbankan digitalnya. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), misalnya, yang mengeluarkan produk digital bank bernama Jenius pada 2016. Kemudian, DBS Indonesia yang meluncurkan produk digibank by DBS dan Bank Bukopin dengan produknya bernama Wokee, setahun setelahnya. Pada 2018, ada PermataBank yang meluncurkan Permata Mobile X. Sementara, pada 2019, ada OCBC NISP yang meluncurkan Nyala dan Bank Danamon yang meluncurkan D-bank. Setahun kemudian atau pada 2020, UOB mengeluarkan produk digital bank bernama TMRW.
Berlanjut pada 2021, bank-bank digital mulai bermunculan, ada Bank Jago, Blu by BCA Digital, Neobank milik Bank Neo Commerce, Seabank, dan Motion Banking milik MNC Bank. Tak mau ketinggalan, bank-bank konvensional pun “fight back”, meramaikan persaingan perbankan digital dengan terus memperbarui dan memperkaya fitur serta layanan aplikasi mobile banking-nya. Misalnya, BCA Mobile milik Bank Central Asia (BCA), Livin’ by Mandiri milik Bank Mandiri, BRIMo milik Bank Rakyat Indonesia (BRI), BNI Mobile Banking milik Bank Negara Indonesia (BNI), dan BTN Mobile Banking milik Bank Tabungan Negara (BTN).
Bagi bank, senjata utama dari transformasi digital adalah seberapa canggih, seberapa lengkap, seberapa aman, dan seberapa menarik fitur mobile banking atau aplikasi perbankan digital yang dimiliki. Aspek lainnya, seperti kesiapan sumber daya manusia (SDM) bank di era digital dan kesiapan modal atau belanja teknologi juga menjadi faktor kunci keberhasilan bank agar unggul di tengah persaingan ini.
Riset Populix bertajuk “Consumer Preference Towards Banking and E-Wallet Apps” pada Mei 2022, yang melibatkan 1.000 responden berusia 18-55 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa BCA Mobile milik BCA adalah mobile banking yang paling digemari nasabah. Sebanyak 60% responden memilih aplikasi tersebut. Itu artinya, sekitar 600 orang memilih berbank dengan BCA Mobile.
Sementara, sebagian responden memilih BRI Mobile – BRI (26%), Livin’ by Mandiri – Bank Mandiri (25%), BNI mobile banking – BNI (23%), Bank Syariah Indonesia – BSI (9%), Octo Mobile – CIMB Niaga (5%), Permata Mobile – Permata Bank (5%), dan BTN Mobile Banking – BTN (4%) sebagai deretan aplikasi mobile banking yang mereka gunakan sehari-hari.
Sebagai bagian dari jajaran bank raksasa Tanah Air (KBMI 4), BCA sangat masif mengembangkan infrastruktur teknologi dan digitalisasi. Berdasarkan laporan tahunannya, investasi barang modal yang telah direalisasikan bank ini mencapai Rp3,3 triliun sepanjang 2021. Dari jumlah itu, belanja perlengkapan dan peralatan kantor, terutama terkait dengan pengembangan infrastruktur teknologi informasi (TI), IT security, dan jaringan, mencatatkan porsi terbesar, yakni Rp2,18 triliun.
Realisasi belanja teknologi ini juga meningkat Rp459 miliar atau naik 26,7% dibandingkan dengan 2020 yang senilai Rp1,72 triliun. Tak ayal, bank ini mampu menghadirkan serangkaian layanan di BCA Mobile, seperti QRku, Buka Rekening Baru, BagiBagi, Debit Online, Top Up Flazz, dan Lifestyle (pemesanan tiket pesawat dan hotel). Selain itu, ada solusi lain yang dikembangkannya, yakni VIRA (Virtual Assistant), aplikasi online investasi reksa dana dan obligasi, merchant BCA, halo BCA, dan OneKlik.
Dengan berbagai layanan tersebut, BCA berhasil mencatatkan peningkatan transaksi digital. Hera F. Haryn, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, menjelaskan, nilai transaksi Application Programming Interface (API) BCA naik 6,8 kali dalam dua tahun terakhir, nilai transaksi QRIS yang diproses melalui sistem BCA naik 7,8 kali dalam dua tahun terakhir, dan frekuensi transaksi virtual account juga naik 57% yoy pada semester pertama 2022.
Selain itu, jumlah nasabah BCA tercatat meningkat 37%, diikuti dengan jumlah pengguna mobile banking yang meningkat 33% dalam dua tahun terakhir. Jumlah transaksi mobile banking pun meningkat 2,5 kali lipat dalam dua tahun terakhir. Pada kuartal kedua 2022, volume transaksi internet banking BCA tumbuh 17% menjadi 1,2 miliar transaksi dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya. Di periode yang sama, volume transaksi mobile banking BCA melonjak 53% menjadi 3,6 miliar transaksi. Sementara itu, nilai transaksi internet banking BCA mencapai Rp8.422 triliun dan mobile banking BCA mencapai Rp2.554 triliun pada semester pertama 2022.
“Kami melihat, tren digitalisasi semakin meningkat karena pandemi, dan kini banking from home telah menjadi sebuah standar baru bagi operasional perbankan. Dalam rangka merespons tren ini, BCA senantiasa melakukan berbagai inovasi layanan digital untuk memastikan platform perbankan transaksi yang aman dan andal, sekaligus menjadi solusi bagi kebutuhan nasabah,” ujar Hera kepada Infobank, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, teknologi yang canggih terasa percuma jika tidak didukung SDM yang mumpuni. Terkait dengan hal ini, BCA mengembangkan tenaga kerja berkompetensi tinggi yang tangkas serta memiliki pola pikir untuk terus berkembang dan dinamis dengan cara merekrut lulusan terbaik perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Rekrutmen tersebut didukung promosi corporate branding serta kampanye karier yang melibatkan para pemimpin bank yang dilakukan secara aktif.
Seiring dengan berjalannya transformasi digital, BCA menggunakan aplikasi sistem pelacakan dan Robotic Process Automation (RPA) untuk mengelola proses rekrutmen. Pada 2021, bank ini telah berhasil mengimplementasikan 63 automasi proses rekrutmen melalui RPA. Dalam masa pandemi, BCA mengelola sebagian besar proses rekrutmen secara online, seperti melalui situs web karier, rekrutmen dari kampus, bursa kerja, seleksi, serta wawancara.
Selain itu, BCA menawarkan berbagai program pelatihan untuk pemula, seperti BCA IT Trainee, Management Development Program, Wealth Management Program, dan Customer Relationship Officer Program. BCA juga memberikan pelatihan kepada pekerja di semua fungsi dan tingkatan untuk memperkuat kompetensi digital serta menumbuhkan semangat inovasi. Program yang disediakan termasuk mengenai RPA, low code programming, design thinking, UI/UX, data analytic, machine learning, dan remote working.
Untuk mengembangkan kompetensi digital karyawan, BCA mengadopsi program digital “Buddy” yang disebut D-dy. Program ini merupakan sebuah inisiatif mentoring yang mengalokasikan “Digital Buddies” kebanyakan milenial untuk membantu pekerja yang kurang paham digital sehingga dapat memanfaatkan teknologi digital serta mempelajari berbagai platform digital dan tren pekerjaan baru di dunia digital. Selama pandemi, BCA menyelenggarakan sebagian besar program pelatihan dan pengembangan kompetensi secara online, seperti e-learning, webinar dan pembelajaran/kolaborasi secara online.
Pertumbuhan yang sama juga dialami BRI Mobile atau Brimo milik BRI. Kepada Infobank, Aestika Oryza Gunarto, Corporate Secretary BRI, mengungkapkan bahwa hingga akhir Juli 2022, pengguna BRImo tercatat 19,4 juta user dengan jumlah transaksi finansial mencapai 812,49 juta atau tumbuh 108,85% yoy dengan sales volume mencapai Rp1.199 triliun atau tumbuh 103,02% yoy. “BRI berkomitmen untuk terus menghadirkan layanan digital secara holistik untuk memenuhi kebutuhan nasabah melalui financial super apps milik BRI: BRImo. Peningkatan fitur akan terus dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepuasan nasabah (customer centric),” katanya kepada Infobank, bulan lalu.
BRImo kian diterima dan diminati masyarakat. Hal ini tak lepas dari ratusan fitur di dalam BRImo yang terhubung dengan berbagai aggregator/biller terbaik. BRI juga memberikan killer features yang tentunya akan memberikan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi. Adapun, fiturnya adalah Digital Saving, Registrasi BRImo, Fast Menu, Tarik Tunai Tanpa Kartu, dan Personal Financial Management. Saat ini, BRI juga tengah menyiapkan beragam fitur menarik yang mengedepankan ecosystem transaction di dalam BRImo. Karena itu, BRI optimistis transaksi digital melalui BRImo akan terus meningkat.
“Seiring dengan tren digitalisasi di tengah masyarakat, BRI memproyeksikan bahwa tren penggunaan mobile banking akan terus meningkat di masa depan. Ke depan, BRI telah menyiapkan fitur-fitur menarik yang bisa memenuhi kebutuhan nasabah secara sehari-hari. Beberapa ecosystem akan diintegrasikan ke aplikasi BRImo dengan berkolaborasi dengan beberapa fintech besar di Indonesia. Nantinya, fitur ecosystem tersebut akan menambah daya tarik baru pengguna BRImo untuk meningkatkan transaksi,” tambah Aestika.
Di sisi pengembangan SDM digital, BRI melakukan berbagai perubahan, pengembangan, dan pengelolaan human capital sepanjang 2021. BRI menjalankan program Brilian Next Leader Program (BNLP), yakni program perekrutan sekaligus pendidikan untuk menjaring kandidat-kandidat potensial sumber internal. Kemudian, BRILiaN Banking Officer Program (BBOP), yakni program perekrutan sekaligus pendidikan untuk mempersiapkan pekerja baru di level corporate title assistant. Selanjutnya, BRILiaN Scholarship Program (BSP), yakni pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S-1 yang memiliki kriteria tertentu dalam rangka rekrutmen pekerja BRI.
Ada pula BRILiaN Creativity Contest Program (BCCP), yakni program kompetisi bagi para peserta eksternal dan internal BRI untuk menuangkan ide-ide inovasi brilian, baik dalam bentuk kolaborasi tim maupun individu. Kemudian, BRILiaN Get Talent Program (BGTP), yakni program pencarian kandidat/talent scouting yang memiliki prestasi unggul berdasarkan rekomendasi pejabat yang berwenang.
Di jajaran bank KBMI 3, bank yang juga fokus dalam pengembangan SDM perusahaan di era digital adalah PermataBank. Meliza Musa Rusli, Direktur Utama PermataBank, menjelaskan bahwa ada lima komponen yang menjadi budaya SDM di PermataBank, yakni integrity, partnership, responsiveness, innovation, caring, dan excellence. Kelima hal ini semacam value culture dan behaviour sehari-hari. Setelah culture ini terbentuk, selanjutnya adalah bagaimana memberikan kesempatan kepada semua pegawai di PermataBank untuk melakukan pembelajaran.
“Prinsip utamanya memberikan kesempatan untuk continuous learning, dan learning ini penting sekali untuk terus diperkuat. Terakhir adalah strategi melakukan talent acquisition, talent retention, dan melakukan alignment daripada talent skill. Hal-hal ini yang menjadi fokus saya selama ini agar SDM PermataBank dapat terus berkembang untuk menghadapi segala perubahan,” kata Meliza kepada Infobank, beberapa waktu lalu.
Ke depan, Meliza memiliki visi untuk membuat PermataBank selalu tumbuh dan memberikan solusi keuangan lengkap serta menjadikan PermataBank sebagai trusted partner bagi pelanggan. Caranya, PermataBank terus berinovasi dengan seluruh stakeholders yang ada dan menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan semua pelanggan. “Kami juga harus menciptakan culture perusahaan yang sehat sehingga kami bisa memiliki konsistensi dalam memberikan kinerja yang terbaik dan menjadikan kebanggaan bagi permata bankers dan juga bisa menjadi perusahaan pilihan utama bagi talent yang berkualitas,” sambung Meliza.
Secara digital capability, PermataBank adalah salah satu yang terbaik. Abdy Salimin, Direktur Teknologi dan Operasi PermataBank, menyampaikan bahwa PermataBank memiliki digital offering yang memenuhi semua market segment, seperti retail banking, syariah, SME, atau wholesale banking. Digital offering tersebut di antaranya layanan mobile banking super app PermataMobile X dengan lebih dari 200 fitur unggulan terbaru, internet banking PermataNet dan Permata e-Business, PermataQR Pay di lebih dari 300.000 merchants, Point of Sale di lebih dari 20.000 merchants, API banking dengan 200 tipe API, penggunaan teknologi Blockchain Trade Finance, layanan call center dengan Interactive Voice Response, dan Artificial Intelligence Voice Recognition.
Selain itu, nasabah dapat merasakan pengalaman digital model branch di wilayah-wilayah pilihan di Indonesia yang menawarkan pengalaman yang simple, fast, dan reliable. Alhasil, volume penggunaan kanal digital di PermataBank naik lebih dari lima kali lipat, dari 220 juta volume pada 2016 menjadi 3,42 miliar volume pada Oktober 2022. Mobile banking PermataMobile X juga mencatatkan pertumbuhan positif. Selama tengah tahun pertama 2022, jumlah total transaksi digital banking PermataBank meningkat 25% yoy dan jumlah pengguna PermataMobile X meningkat 42% yoy.
“Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan perbankan digital, kami akan terus melakukan investasi yang diperlukan untuk mengembangkan inovasi perbankan berbasis teknologi. Inovasi digital PermataBank melalui PermataMobile X merupakan salah satu prioritas strategis dan langkah nyata kami untuk menciptakan produk dan layanan digital yang unggul, sekaligus menjadi solusi bagi nasabah dalam melakukan aktivitas perbankan. Perkembangan ini juga konsisten dengan aspirasi kami menjadi universal bank atau bank yang menawarkan produk dan layanan untuk semua segmen dan generasi,” kata Abdy, beberapa waktu lalu.
Lalu, dari deretan bank-bank yang mobile banking-nya paling banyak penggemar, siapakah bank yang akan berhasil menuju babak final? Menurut M. Zulkifli Salimi, Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia, Departemen Penelitian dan Peraturan Perbankan (DPNP) OJK, tujuan utama bank menuju go digital adalah melayani kebutuhan nasabah. Kalau produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen, mungkin digitalisasinya tidak mencapai tujuan, sebab tujuan akhir dari transformasi digital tetap customer atau nasabah.
“Maka, di blueprint kami ada tentang customer centric, bahkan juga melayani disability customer,” ujar Zulkifli kepada Infobank, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, dalam transformasi digital, bank harus tersambung dengan layanan-layanan lain. Misalnya, pada mobile banking, bank tidak hanya menyediakan jasa perbankan, tapi juga tersambung dengan marketplace, dapat melakukan transaksi ke pasar modal untuk investasi, tersambung ke e-money, melakukan penyelesaian tagihan, dan sebagainya. Jadi, banyak fitur yang bisa memenuhi kebutuhan nasabah dalam satu tempat. Konsep ini disebut dengan super app.
“Kami mendorong kolaborasi. Di blueprint transformasi digital ada poin kolaborasi. Karena, dari best practice bank yang berkembang di negara lain, seperti itu. Jadi, ke depan, transaksi itu tidak hanya terkait dengan bank. Perlu kolaborasi dengan marketplace atau bank lain,” tambahnya.
Kolaborasi memang menjadi poin penting dalam memenangkan persaingan bank di era digital – di mana, kolaborasi merupakan langkah bank untuk memperkuat ekosistem digitalnya. Berkaca pada bank digital sukses di Korea Selatan, yaitu Kakao Bank. Kakao sendiri berdiri pada 2010 dan memiliki neobank bernama KakaoBank yang berdiri pada 2016. Hingga saat ini, pengguna aktif KakaoBank mencapai 25% dari populasi penduduk di Korea Selatan dan memiliki market cap sebesar 33.16 triliun won atau senilai US$28,3 miliar. Kakao melakukan initial public offering (IPO) pada Agustus 2021 dengan valuasi sekitar US$28 miliar. Kunci sukses Kakao adalah kolaborasi ekosistem dengan menjangkau 50 juta pengguna KakaoTalk dan 22 juta KakaoPay, serta aggressive pricing.
Selain pengembangan di sisi teknologi dan memperkuat ekosistem digital, strategi terakhir untuk memenangkan persaingan di era digitalisasi perbankan adalah mengubah mindset atau pola pikir karyawan menjadi serbadigital. Seperti salah satu quotes dari Doug Conant, “To win the marketplace, you must first win in the workplace”. Jika terlalu fokus pada kepentingan bisnis, proses digital di internal bank itu sendiri mungkin bisa terlupakan. Mendorong digitalisasi di perbankan bukan hanya bicara tentang teknologi, tapi juga harus melibatkan people dan process. Oleh karena itu, perubahan mindset karyawan juga merupakan hal penting untuk bank sukses menyongsong era digitalisasi.
Jadi, siapakah bank yang akan memenangkan persaingan di era digitalisasi? Berdasarkan paparan di atas, Infobank memprediksi bahwa ke depan bank yang memiliki SDM dengan mindset serbadigital, bank yang memiliki layanan atau produk yang memenuhi semua kebutuhan nasabah atau super apps, dan bank yang berhasil memperkuat ekosistem digitalnya dengan melakukan kolaborasi akan mampu memenangkan persaingan pasar dalam dunia perbankan digital. Untuk itu, bank perlu bekerja ekstra agar mampu memenuhi kriteria-kriteria tersebut sehingga berhasil keluar dari “ring tinju” sebagai pemenang dalam pertarungan sengit ini.
Pengalaman Perbankan Nasabah Masa Kini, Serbamudah dan Cepat
Tidak pernah terbayangkan oleh Soesilowati, di umurnya yang kini menginjak 57 tahun, ia bisa mendapatkan layanan jasa keuangan perbankan dengan mudah dan cepat. Hanya melalui ponsel pintarnya, ibu tiga anak ini mampu menyelesaikan segala jenis pembayaran tagihan setiap bulannya, mulai dari tagihan kartu kredit, tagihan listrik, tagihan air, tagihan sekolah anak, sampai dengan tagihan internet/wifi di rumahnya.
Jika kilas balik pada 20 tahun silam, wanita yang akrab dipanggil Soesi ini harus datang ke ATM atau kantor cabang bank terdekat untuk membayar tagihan-tagihan bulanan tersebut. Baginya, hal ini sangat merepotkan. Ditambah, ia seorang ibu rumah tangga yang kala itu harus menjaga ketiga anaknya seorang diri tanpa bantuan asisten rumah tangga.
Meski tinggal di Jakarta, 20 tahun yang lalu, akses transportasi umum belum ramai seperti sekarang. Terkadang, Soesi beserta anak-anaknya harus berjalan kaki sekitar 5 KM menuju ATM. “Adakalanya saya membawa serta anak-anak untuk datang ke bank dengan berjalan kaki karena ‘kan tidak ada yang bisa jaga di rumah, sementara suami saya sesekali bekerja di luar kota. Jadi, mau tidak mau, anak-anak ikut juga (datang ke bank),” ungkapnya kepada Infobank, bulan lalu.
Selain untuk menyelesaikan tagihan-tagihan pembayaran rumah tangga setiap bulan, Soesi memanfaatkan kemajuan teknologi perbankan ini untuk mengirimkan uang kepada kedua orang tuanya yang tinggal di Banten. Anak kedua dari enam bersaudara ini juga rutin memberikan uang bulanan kepada kedua orang tuanya yang sudah berusia senja.
Soesi sangat bersyukur, kemajuan teknologi perbankan bisa memudahkan langkahnya untuk terus berbakti kepada kedua orang tua. Wanita kelahiran September 1966 ini pun berharap, ke depan bank akan terus menyediakan layanan, sarana, serta fitur-fitur yang memudahkan dan sesuai dengan kebutuhan nasabah dari waktu ke waktu.
Hal yang sama juga dirasakan Rizkiya. Wanita yang sehari-harinya bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan konsultan hukum ini sangat terbantu dengan kehadiran fitur perbankan masa kini. Sebelumnya, Kiki, panggilan akrabnya, mengakui bahwa ia termasuk orang yang mudah tergiur promosi di situs belanja online sehingga membuatnya sangat sulit menabung. “Dulu, kalau misalnya lagi ada promo skin care, baju, sepatu, bener-bener sulit banget untuk enggak belanja. Pasti langsung checkout (via e-commerce). Hasilnya, gaji setiap bulan ludes tak bersisa,” ujarnya kepada Infobank, bulan lalu.
Sejak awal 2020 lalu, atau saat pandemi, Kiki mulai sadar bahwa menabung itu penting dilakukan. Anak pertama dari dua bersaudara ini sempat merasa kesulitan secara finansial di masa-masa pandemi. Ketika itu, Kiki, yang tidak mempunyai tabungan sepeser pun, harus tetap membiayai kuliah adiknya. Untungnya, Kiki tidak terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK di kantornya sehingga ia masih mendapatkan gaji bulanan, yang akhirnya sebagian besar ia gunakan untuk membayar biaya kuliah adiknya itu.
Kiki mulai terbantu untuk mulai menabung saat ia diperkenalkan dengan fitur tabungan berjangka. Fitur ini membantu Kiki rutin menabung karena fitur tabungan berjangka seperti “memaksa” nasabah menabung, dengan memotong saldo yang telah disepakati di awal pembuatan tabungan secara otomatis setiap bulan. Hingga kini, tabungan Kiki telah mencapai angka dua digit. “Alhamdulillah, ada fitur ini (tabungan berjangka). Sekarang lagi nabung untuk persiapan biaya menikah, hehehe. Doain ya bisa mencapai target,” ungkap wanita kelahiran Jakarta, tahun 1995, ini. (*) Ayu Utami Saraswati
Jakarta - Pemerintah telah menyediakan berbagai program untuk mendorong industri perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah… Read More
Jakarta – Indonesia dan negara berkembang lainnya menuntut komitmen lebih jelas terhadap negara maju terkait… Read More
Jakarta – Kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) Harrier milik Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE… Read More
Bangkok – Indonesia dianggap sebagai pasar yang menarik bagi banyak investor, khususnya di kawasan Asia… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung program pembangunan 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto yang… Read More
Padang - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono mengapresiasi kinerja Koperasi Konsumen Keluarga Besar (KSUKB)… Read More