Jakarta – Perubahan iklim menjadi topik yang semakin gencar dibicarakan karena membawa berbagai dampak negatif untuk kehidupan manusia, mulai dari sisi kesehatan, sisi lingkungan, sampai sisi perekonomian.
Pakar finansial dari London Institute of Banking and Finance (LIBF), Clarisse Simone membeberkan bahwa total kerugian yang disebabkan oleh perubahan iklim terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pernah mencapai lebih dari 300 miliar USD pada 2017 silam.
Data yang diperoleh dari Universitas Katolik Louvain, Belgia, dan situs Our World in Data menunjukkan bahwa kerugian terbesar dari perubahan iklim ini disebabkan oleh cuaca ekstrem. Tahun 2017, cuaca ekstrem menjadi penyebab utama kerugian materiil yang dialami negara-negara di seluruh dunia, mencapai lebih dari 250 miliar USD.
Baca juga: Lawan Krisis Perubahan Iklim, BRI Ikut Serta Transaksi Perdagangan Bursa Karbon
“Dengan demikian, penting bagi bank atau institusi keuangan lain untuk memahami risiko serta potensi terkait sektor usaha mana yang bisa terdampak karena perubahan iklim ini,” ujar Clarisse di webinar yang dihelat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tema Managing Environmental, Social, and Governance Risks and Opportunities pada Kamis,19 Oktober 2023.
“Dan bagi perusahaan, penting juga untuk kalian mengetahui seberapa besar dampak yang bisa dirasakan dibandingkan dengan perusahaan lain,” lanjutnya.
Clarisse membagi risiko yang berpotensi dihadapi perusahaan menjadi 2 jenis, yaitu risiko fisik berupa potensi paparan terhadap meningkatnya frekuensi dan dampak perubahan iklim, serta risiko transisi, yaitu dampak ekonomi kala masyarakat merespons risiko perubahan iklim.
Dampak yang dibahas oleh Clarisse adalah paparan fisik. Disebutkan bahwa 3 industri yang berpotensi aman dari perubahan iklim adalah industri teknologi, industri barang-barang rumah, industri asuransi dan kesehatan, serta industri media.
“Bisa dibayangkan alasan kenapa industri-industri ini tidak begitu terdampak dengan risiko fisik dari perubahan iklim,” ujar Clarisse.
Di tengah-tengah, ada beberapa industri seperti industri retail, industri material, industri kimia, dan industri telekomunikasi yang berpotensi terdampak namun tidak parah. Namun, ada beberapa industri yang menurut Clarisse akan terdampak secara masif karena perubahan iklim ini.
Baca juga: Bursa Karbon jadi Bukti Komitmen RI Atasi Perubahan Iklim
“Ada beberapa industri seperti travel dan pariwisata misalnya. Kita sudah lihat bahwa ada beberapa negara yang sudah terdampak industrinya dan tidak mampu menarik perhatian turis datang ke negara mereka karena suhu ekstrem,” kata Clarisse.
Selain itu, ada juga industri lain seperti real estate dan barang-barang keseharian yang sudah terlihat terpengaruh karena perubahan iklim. Meskipun begitu, yang paling dikhawatirkan adalah industri pertambangan seperti minyak dan gas.
“Kalau dilihat secara seksama, kita bisa melihat bahwa infrastruktur dari sektor ini sangat sensitif dari situasi ekstrem ini. Bisa dibayangkan dampak dari perubahan iklim terhadap industri ini,” tutupnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More
Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengisyaratkan rencana untuk mengakhiri konflik yang berlangsung… Read More
Jakarta – PT Asuransi Allianz Utama Indonesia (Allianz Utama) mencatatkan pertumbuhan positif untuk Growth Written Premium atau GWP… Read More
Jakarta - PT PLN (Persero) memastikan keandalan pasokan listrik menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru… Read More
Jakarta– KB Bank mulai mencetak kinerja positif dengan perbaikan kualitas aset dan ekspansi portofolio kredit… Read More