Moneter dan Fiskal

Pertumbuhan Ekonomi Asean Diprediksi Melambat di 2023 Gara-Gara Ini

Jakarta – Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao, memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara (Asean) akan melambat di tahun depan. Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini juga akan menimpa Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan Asean.

Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut tak bisa dilepaskan dari konflik geopolitik pada beberapa kawasan. Konflik masih menyebabkan terganggunya distribusi sejumlah bahan baku atau sumber daya alam tertentu. Tak hanya menyinggung soal konflik Rusia-Ukraina yang membuat supply chain terhambat. Ia juga mengkhawatirkan dampak ketegangan antara AS dengan Tiongkok terkait Taiwan.

“Karena selat antara Taiwan dan Tiongkok itu adalah salah satu wilayah distribusi supply chain tersibuk di dunia. Jadi, kalau ada perang, maka jalur itu akan terganggu, dan pasti akan mengganggu jalur distribusi logistik global. Itulah kenapa ini jadi mengkhawatirkan,” ujar Radhika, pada acara group discussion, Kamis, 22 September 2022.

“Lalu, untuk Indonesia, keran investasi susah membaik saat ini. Investasi dari Singapura masuk ke Indonesia, terus Indonesia investasi ke Filipina, dan sektor pariwisata juga sudah mulai pulih, para traveller mancanegara sudah masuk kembali, maka ekonomi Indonesia memang kuat saat ini. Pertumbuhan untuk saat ini adalah 5,5%. Tapi ke depan itu bisa lebih slow down, karena apa yang mempengaruhi global akan mempengaruhi Asean. Jadi, kita lihat dari 2021 sampai 2023 inflasi di Thailand atau Singapura akan sangat tinggi,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut, dirinya mewanti-wanti bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan memperburuk laju inflasi domestik. Ia menghubungkan background historis dimana kenaikan harga BBM memaksa Bank Indonesia (BI) untuk menaakan tingkat suku bunga acuannya.

“Indonesia juga memiliki kekhawatitan inflasi. Pada kuartalan pertama inflasi mungkin datang agak lambat namun sekarang inflasi datang lebih cepat. Kita lihat BBM harganya naik, dan karena itu kita lihat inflasi akan naik cepat. Di masa lalu, ketika BBM naik, maka BI akan menaikkan suku bunga acuannya. Kepercayaan diri konsumem kena imbasnya, ini akan berdampak pada kepercayaan diri konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi,” tuturnya.

Di samping itu, ia juga menekankan perlunya mengantisipasi kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang terus dilakukan Bank Sentral AS, the Federal Reserve (The Fed). Menurutnya, The Fed masih belum senang dengan harga-harga barang yang telah menunjukkan penurunan di AS.

“Ketika mereka baru saja menaikkan 75 bps lagi hari ini, itu masih jauh untuk kembali normal, karena mereka masih akan meningkatkan suku bunga acuannya lagi ke depan,” ungkapnya. (*) Steven Widjaja

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Dukung Pemulihan, BTN Salurkan Bantuan Rp13,17 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra

Poin Penting BTN telah menyalurkan total bantuan Rp13,17 miliar melalui Program TJSL untuk korban bencana… Read More

17 mins ago

Obligasi Hijau, Langkah Pollux Hotels Menembus Pembiayaan Berkelanjutan

Poin Penting Pollux Hotels Group menerbitkan obligasi berkelanjutan perdana dengan penjaminan penuh dan tanpa syarat… Read More

14 hours ago

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

20 hours ago

Jadwal Operasional BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More

21 hours ago

Bank Jateng Setor Dividen Rp1,12 Triliun ke Pemprov dan 35 Kabupaten/Kota

Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More

22 hours ago

Pendapatan Tak Menentu? Ini Tips Mengatur Keuangan untuk Freelancer

Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More

23 hours ago