Jakarta – Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2022 yang tercatat sebesar 5,72%, menunjukan bahwa Indonesia masih akan tetap kuat di tengah ancaman resesi. Hal tersebut juga memberikan peluang bagi aliran modal asing untuk masuk ke Indonesia (capital inflow).
Pengamat Pasar Modal, Satrio Utomo Purnomo, mengatakan bahwa di pasar sendiri memiliki keterkaitan antara perekonomian Indonesia dengan indeks harga saham gabungan (IHSG). Sehingga, ketika perekonomian tumbuh dengan baik IHSG pun juga turut naik.
“Tergantung faktor lah yang pertama bahwa kalau ekonominya tumbuh ya mestinya marketnya masih tumbuh, IHSGnya masih tumbuh juga, yang kedua masalah fund flow sebenernya aliran dana asing ketika Indonesia itu negaranya masih bisa tumbuh sedangkan negara lain itu resesi, mestinya dana asing juga akan mengalir masuk sebenarnya,” ucap Satrio saat dihubungi Infobanknews di Jakarta, 9 November 2022.
Kemudian, ia juga memperkirakan di awal tren-tren pertumbuhan ekonomi saat ini, IHSG diprediksi masih akan capai di level 7.500-7.700, sedangkan untuk ekuitas sendiri belum terlihat ada pertumbuhan yang tinggi.
“Tapi yang jelas saya lihat ada kemungkinan, kalau rekor baru sih jelas ya tahun depan, karena kita kan tahun ini juga sudah rekor IHSG, artinya kalau ihsg masih bisa naik berati kita juga masih bisa rekor baru lagi, tapi apakah pertumbuhan ekuitas kita tinggi? Saya sih tidak terlalu yakin,” imbuhnya.
Lalu terkait dengan emiten-emiten yang masih prospek di tengah ancaman resesi saat ini adalah pada saham yang memiliki penghasilan dolar dan biasanya terjadi pada saham komoditas, karena masih didukung oleh faktor pelemahan rupiah.
“Tetapi kita harus liat track jangka pendek untuk komoditas terutama untuk komoditas batu bara ini memang sedang jelek, jadi ke depan saham-saham komoditasnya itu bagus cuman ini saham-saham yang terkait dengan batu bara ini sedang konsolidasi,” ujar Satrio.
Tidak hanya itu, untuk tren-tren saham perbankan terutama bank-bank konvensional terlihat masih memiliki peluang yang kecil untuk gagal, hal tersebut dikarenakan adanya bantuan dari pemerintah.
“Mereka yang bermasalah itu biasanya malah bank-bank yang kecil itu terutama bank digital ya dan ini prospeknya tetap berat untuk tahun depan karena memang mereka kan kalau suku bunga tinggi mereka harus membayar bunga lebih tinggi akan pinjaman yang mereka lakukan dan cost of fund mereka itu terus jadi lebih tinggi,” tutupnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Bandung - PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) mengambil langkah agresif untuk mengatasi… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan yang signifikan pada periode pekan lalu… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun… Read More
Jakarta — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pemerintah untuk memberantas aktivitas… Read More
Jakarta - Rupiah diperkirakan akan mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Senin, 18… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) triwulan II 2024… Read More