Oleh Budi Santoso, Vice President ACPE Indonesia Chapter & Lecturer for Forensic Accounting class at Sebelas Maret University
SERANGAN siber yang menargetkan Pusat Data Nasional (PDN) baru-baru ini menegaskan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pertahanan siber di seluruh lembaga pemerintah Indonesia, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan keuangan negara, BPK memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa sistem informasi dan data keuangan negara terlindungi dari ancaman siber.
Artikel ini akan membahas secara mendalam serangan siber terhadap PDN, pentingnya peningkatan kompetensi teknologi di BPK, serta peran dan strategi BPK dalam mitigasi serangan siber terhadap lembaga negara.
Serangan ransomware pada PDN menunjukkan betapa rentannya infrastruktur digital terhadap ancaman siber. Ransomware adalah jenis malware yang mengenkripsi data dan meminta tebusan untuk memulihkan akses. Dalam kasus PDN, serangan ini mengakibatkan hilangnya akses ke data penting, gangguan operasional, dan potensi kebocoran data sensitif.
Dampak dari serangan ini sangat luas, termasuk kerugian finansial, reputasi yang tercoreng, dan gangguan layanan publik. Hilangnya akses ke data kritis dapat menghambat operasional sehari-hari, menyebabkan keterlambatan dalam pelayanan, dan memerlukan biaya besar untuk pemulihan sistem. Selain itu, kebocoran data sensitif dapat digunakan untuk tujuan jahat, termasuk spionase dan sabotase.
Baca juga: Serangan Siber di Pemerintahan Diprediksi Bakal Meningkat, Pengamat Beberkan Penyebabnya
Untuk mengatasi tantangan ini, BPK perlu meningkatkan teknologi yang digunakan dalam proses audit. Digitalisasi dan automasi proses audit memungkinkan BPK untuk melakukan pengawasan yang lebih efisien dan akurat. Automasi juga membantu mengurangi kesalahan manusia dan mempercepat proses audit.
Big data dan analitik adalah alat penting yang memungkinkan BPK untuk mengolah dan menganalisis data dalam jumlah besar. Dengan analitik canggih, BPK dapat mengidentifikasi pola kecurangan dan anomali dalam laporan keuangan yang sebelumnya sulit terdeteksi. Teknologi ini juga membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih cepat dan berbasis data.
Blockchain menawarkan solusi yang transparan dan aman untuk pencatatan transaksi. Teknologi ini memastikan integritas dan akurasi data keuangan dengan mencatat setiap transaksi secara permanen dan tidak dapat diubah. Dengan blockchain, risiko manipulasi data dapat dikurangi secara signifikan.
Cloud computing memungkinkan BPK untuk menyimpan dan mengakses data dengan lebih efisien. Teknologi ini memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan data dan sumber daya TI, sehingga BPK dapat menyesuaikan kapasitasnya sesuai kebutuhan. Namun, penggunaan cloud juga harus diimbangi dengan langkah-langkah keamanan yang kuat untuk melindungi data dari ancaman siber.
Sebagai lembaga pengawas keuangan negara, BPK memiliki peran strategis dalam penegakan kebijakan keamanan siber. BPK harus memastikan bahwa setiap instansi pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) menerapkan kebijakan keamanan yang ketat untuk melindungi data dan sistem mereka dari ancaman siber.
BPK perlu melakukan audit keamanan siber secara berkala untuk menilai kesiapan instansi pemerintah dan BUMN dalam menghadapi ancaman siber. Audit ini harus mencakup penilaian terhadap kebijakan keamanan, infrastruktur TI, dan kesiapan respon terhadap insiden siber. Hasil audit dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dan memberikan rekomendasi perbaikan.
BPK harus mengembangkan sistem pengawasan yang terintegrasi dengan teknologi canggih seperti big data, blockchain, dan cloud computing. Sistem ini harus mampu mendeteksi dan mencegah kecurangan serta mengidentifikasi anomali dalam data keuangan. Dengan sistem pengawasan yang terintegrasi, BPK dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan keuangan.
Untuk menjalankan perannya secara efektif, BPK perlu memperkuat kapasitas internalnya. Ini termasuk peningkatan keterampilan staf dalam bidang keamanan siber, pengembangan infrastruktur TI yang kuat, dan investasi dalam teknologi terbaru. Penguatan kapasitas internal akan membantu BPK dalam menghadapi tantangan siber dan memastikan pengawasan keuangan yang efektif.
BPK harus terus mengembangkan dan memperbarui infrastruktur keamanannya untuk mengatasi ancaman siber yang terus berkembang. Ini termasuk penggunaan enkripsi yang canggih, firewall, sistem deteksi intrusi, dan kebijakan keamanan yang ketat. BPK juga perlu terus memantau dan mengevaluasi kerentanan sistemnya untuk memastikan perlindungan yang optimal.
Selain teknologi, faktor manusia juga sangat penting dalam menjaga keamanan siber. BPK perlu memastikan bahwa stafnya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengenali dan merespons ancaman siber. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan adalah kunci untuk membangun kesadaran dan kesiapan menghadapi serangan siber.
Untuk meningkatkan keamanan siber, BPK perlu berkolaborasi dengan lembaga-lembaga keamanan siber seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kerjasama ini penting untuk berbagi informasi tentang ancaman siber terbaru, melakukan penilaian risiko, dan mengembangkan strategi mitigasi yang efektif.
Transformasi teknologi menghadirkan sejumlah risiko dan tantangan. Salah satu risiko utama adalah ketergantungan pada sistem digital yang rentan terhadap serangan siber. Adopsi teknologi baru membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur dan pelatihan, yang bisa menjadi tantangan bagi organisasi dengan sumber daya terbatas. Selain itu, adanya risiko kebocoran data dan manipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab menjadi ancaman yang serius.
Meski demikian, manfaat yang ditawarkan oleh transformasi teknologi jauh lebih besar dibandingkan risikonya. Teknologi dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengawasan keuangan. Dengan sistem yang lebih canggih, BPK dapat lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi dan mencegah kecurangan. Selain itu, teknologi baru seperti blockchain dan big data dapat membantu BPK dalam mengidentifikasi pola dan anomali yang tidak terlihat sebelumnya.
Untuk memitigasi risiko serangan siber, BPK perlu mengadopsi pendekatan berlapis dalam keamanan siber. Ini termasuk penggunaan enkripsi, firewall, sistem deteksi intrusi, serta kebijakan keamanan yang ketat. Selain itu, BPK juga perlu terus memantau dan menilai kerentanan sistem mereka, serta melakukan pembaruan dan peningkatan secara berkala.
Baca juga: Teror Siber: Mengapa Institusi Pemerintahan Menjadi Target Utama di Era Digital?
Transformasi teknologi di BPK adalah langkah penting untuk meningkatkan pengawasan keuangan di Indonesia. Namun, transformasi ini harus diiringi dengan langkah-langkah keamanan siber yang memadai untuk melindungi sistem dari ancaman serangan siber seperti yang dialami oleh PDN. Dengan adopsi teknologi yang tepat dan strategi keamanan yang komprehensif, BPK dapat mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi dalam pengawasan keuangan, sambil memastikan bahwa sistem mereka tetap aman dari ancaman siber.
Rekomendasi
Dengan mengadopsi pendekatan ini, BPK dapat memastikan bahwa transformasi teknologinya berjalan lancar dan aman, serta mampu menghadapi dan mengatasi ancaman siber yang semakin kompleks.
Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menjalin kolaborasi strategis dengan menyalurkan pembiayaan sebesar Rp327,3… Read More
Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More