News Update

Perluasan Mandat BI Memicu Sejumlah Konsekuensi

Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Sektor Keuangan memicu pro dan kontra di masyarakat. Ada yang menilai bahwa beberapa poin dalam RUU Sektor Keuangan memiliki potensi untuk melemahkan independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan memiliki sejumlah konsekuensi bila benar-benar diterapkan.

Adapun salah satunya konsekuensinya adalah adanya potensi perluasan mandat BI yang disinyalir akan memiliki beberapa persoalan yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian. Demikian disampaikan oleh Josua Pardede selaku Ekonom PermataBank dalam diskusi virtual yang diadakan Infobank dalam The Chief Economist Forum dengan tema ‘RUU Sektor Keuangan: Akankah Kembali ke Sistem Sentralistis?’, Senin, 19 April 2021.

Menurutnya, bila mandat dari Bank Indonesia benar diperluas, maka dampaknya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bahkan hingga menyerempet ke tingkat pengangguran. Hal ini disebabkan karena pengambilan keputusan Bank Indonesia yang terdisrupsi dari regulasi perluasan mandat Bank Indonesia.

“Bila mandat dari Bank Indonesia ini diperluas misalnya untuk aspek dari pertumbuhan ekonomi khususnya dari tingkat pengangguran, tentunya kita melihat ini ada beberapa konsekuensinya,” ujarnya.

Ia menjelaskan, jika mempertimbangkan tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi, rilis data terkait pengangguran maupun pertumbuhan cenderung kurang lengkap, sehingga pengambilan keputusan BI nantinya akan berdasarkan data-data yang lagging dan tidak mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Menurutnya, data-data ini dipengaruhi oleh perubahan struktural ekonomi yang disebabkan oleh perubahan politik yang ada.

“Bahkan kalau menerapkan Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment (NAIRU) yang biasanya digunakan modelingnya oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) ini pun juga masih sulit diestimasi, bahkan sekalipun kalau data tingkat penganggurannya secara bulanan sudah tersedia. Karena dalam model ini struktur ekonominya asumsinya tidak boleh berubah dalam jangka panjang. Padahal dalam kenyataannya, perubahan struktural itu, apalagi setiap lima tahun tadi ya apabila terjadi perubahan rezim pemerintahan, itu tentunya bisa berpengaruh juga pada supply tenaga kerja, aggregate supply juga berubah, sehingga NAIRU ini makin sulit untuk diestimasi atau menjadi tidak akurat,” jelasnya. (*) Steven Widjaja

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

7 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

7 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

8 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

9 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

10 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

11 hours ago