Singapura – Sejumlah pimpinan bank memberi peringatan kepada kreditur pada (13/3) akan adanya risiko pengambilalihan oleh perusahaan teknologi. Diperkirakan, perbankan bisa jadi hanya akan menjadi bagian dari infrastruktur jika tidak saling bersaing di bidang financial technology (fintech).
“Transform or Die” merupakan hal yang disampaikan dalam konferensi Money 20/20 yang mempertemukan antara pelaku industri pembayaran dan jasa keuangan global. Acara yang berlangsung selama tiga hari di Marina Bay Sands ini diadakan di Asia untuk pertama kalinya.
Piyush Gupta, CEO DBS Group memberikan peringatan kepada bank bahwa sangat mudah untuk melihat dunia di mana kita (bisa) hanya menjadi bagian dari infrastruktur.
“Jadi kita perlu mencari tahu cara agar kita bisa tetap relevan dengan konsumen dalam paradigma saat ini dan bukan hanya angin yang lenyap seperti sepotong kayu”, ujarnya kepada www.onlinetoday.com pada (13/3/2018).
Dirinya juga menambahkan bahwa perusahaan tekonologi raksasa seperti Amazon memperoleh pelaggannya dengan biaya nol melalui akses yang mudah untuk memasarkan produk-produknya.
Seperti dikutip dalam halaman www.todayonline.com , Derek White, head of consumer and client solutions BBVA Group memperkirakan bahwa terdapat 20.000 bank di seluruh dunia yang akan menyusut menjadi hanya beberapa ribu saja dalam waktu dekat, dan hanya sampai “belasan” di masa yang akan datang.
Baca juga: Hadapi Distrupsi Digital, Perbankan Harus Siapkan Dana Lebih
Persaingan antara perusahaan fintech dan bank mengharuskan perusahaan untuk bertanya pada diri mereka sendiri seberapa cerdas interaksinya, dan bukan hanya volume atau frekuensinya lagi.
“Jika perusahaan tidak mengajukan pertanyaan itu hari ini, mereka akan mati,” Derek menambahkan.
Prateek Roongta, managing director Boston Consulting Group juga mencatat bahwa dana untuk perusahaan fintech di Asia Pasifik telah tumbuh 36 kali sejak 2010, dengan total mencapai US $ 30 miliar.
Banyak perusahaan yang mulai menyediakan layanan non-keuangan dan menemukan peluang bagus untuk meluncurkan pembayaran digital, seperti Alufay Alipay dan WechatPay Tencent.
“Ini telah mengganggu layanan keuangan dan bank-bank telah mengalami penurunan dengan cepat. Jelas ini merupakan ancaman bagi bank-bank di kawasan ini. Bank yang tidak menghadapi tantangan ini akan sangat berisiko kehilangan akun pembayarannya, kemudian transaksi dan akhirnya basis nasabah” ujarnya.
Sanjeev Mehra, head of global product development Citi juga mengatakan bahwa bank telah menjadi semakin fokus selama bertahun-tahun, dan jauh dari pelanggan, sementara ekspektasi pelanggan telah berubah dengan cepat melalui interaksi sehari-hari dengan aplikasi mobile.
Dan terakhir, Gupta juga menyampaikan bahwa DBS telah memulai transformasinya dan telah mencapai titik dimana bank tidak lagi top down melainkan bottom up. Gagasannya adalah membuat bank tampak tidak terlihat yakni melalui digital namun disaat yang sama bank dapat membuat brand atas layanannya tersebut.(*)Angela Teng
Bandung - PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance) mengambil langkah agresif untuk mengatasi… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan yang signifikan pada periode pekan lalu… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun… Read More
Jakarta — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pemerintah untuk memberantas aktivitas… Read More
Jakarta - Rupiah diperkirakan akan mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini, Senin, 18… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) triwulan II 2024… Read More