Jakarta – Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo), Tedy Alamysah menjelaskan sejumlah tantangan yang BPR hadapi dalam operasinya.
Tantangan pertama yang Tedy singgung adalah dari sisi eksternal, yang berkaitan dengan governance, risk, dan compliance (GRC).
“Kalau kita menerapkan penguatan struktur GRC, ada masalah dari sisi eksternal. Yang pertama pasti terjadinya atau fenomena yang kita sebut adalah VUCA,” tutur Tedy pada Seminar Bisnis BPR bertajuk Transformasi dan Roadmap Pengembangan BPR/BPRS 2024-2027 yang diselenggarakan The Finance, Jumat, 21 Juni 2024.
Baca juga: OJK Ungkap Tiga Tantangan yang Dihadapi Industri BPR, Apa Saja?
VUCA sendiri merupakan singkatan dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity. Istilah ini merupakan kerangka kerja yang bisa menafsirkan tantangan dan peluang dari sebuah intansi. VUCA juga menekankan pandangan ke depan strategis, wawasan, dan perilaku entitas di dalamnya.
Tantangan kedua, menurut Tedy, terkait regulasi perbankan yang ditujukan kepada BPR. Tedy menjelaskan, banyak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang cukup ketat dan diarahkan terhadap industri BPR. Dan masalah eksternal terakhir, yaitu pemanfaatan teknologi yang terus berkembang.
Tidak sampai di sana, kata Tedy, BPR-BPRS juga dihadapkan dengan isu internal. Isu pertama yang Tedy singgung adalah pengawasan internal yang lemah.
“Lalu, apa saja tantangan dari sisi internal? Yang pertama, adalah lemahnya fungsi pengawasan atau oversight dalam pengelolaan kegiatan operasional di industri ini,” terang Tedy.
Permasalahan internal kedua yang Tedy sebutkan adalah tidak hadirnya kebijakan keputusan komite yang kolaboratif yang melibatkan seluruh unit kerja. Ini menyebabkan adanya absolute power, yang nantinya mengarah kepada konflik kepentingan. Menurut Tedy, konflik kepentingan ini bahkan sudah mencapai ke level karyawan.
“Konflik kepentingan tidak hanya mengacu pada pemegang, tapi sekarang sudah sampai karyawan. Jadi kalau karyawan nanti ngasih kredit bunganya lebih murah, itu bisa kena konflik kepentingan. Kalau karyawan ada deposito saudaranya bunganya lebih tinggi, masuk konflik kepentingan,” bebernya.
Baca juga: OJK Perkuat Kelembagaan BPR dan BPRS Lewat POJK No 7 Tahun 2024
Tantangan internal yang ketiga adalah bagaimana membedakan antara membuat keputusan ketika mengambil risiko, namun juga harus tetap patuh dengan regulator. Dan permasalahan terakhir yakni pemakaian big data.
Misalnya, ia membandingkan penggunaan big data dengan bank-bank besar seperti Bank Mandiri, yang sudah memiliki alat-alatnya tersendiri, sehingga bisa memanfaatkan data-data ini untuk keperluan mereka. Dengan ini, Tedy melihat akan ada roadmap yang diluncurkan untuk BPR-BPRS demi menghadapi permasalahan yang ada.
“Ini pasti dibutuhkan roadmap core banking system yang adaptif, terintegrasi, dan bisa memenuhi respons, baik mengenai tantangan eksternal dan tantangan internal,” tutupnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – Bank Indonesia (BI) beserta seluruh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More