Jakarta – Peran sentral Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam politik saat ini memang luar biasa. Jokowi dinilai pandai mengatur segala hal agar tercapai maksudnya dan lalu berdalih dengan berbagai alasan untuk berbagai peran yang dilakukannya tersebut.
“Jokowi memiliki keahlian membangun opini pembelaan, meskipun dia dalam posisi yang keliru, tetapi mahir memutar situasi justru menjadi benar,“ tegas Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah dikutip 9 November 2023.
Besarnya pengaruh dan kuasa Presiden Jokowi bahkan membuat Prabowo kehilangan sikap ksatrianya. “Dan memprihatinkannya, Prabowo yang seharusnya menjadi ksatria justru terlibat dalam tindakan nepotis ini,” ujar Dedi.
Baca juga: Gibran Tetap Maju Usai Putusan MKMK, Keluarga Jokowi Terlena Kekuasaan?
Semua sumber kepongahan dan pengabaian terhadap aturan hukum oleh kelompok orang dalam lingkaran Jokowi adalah karena mereka disokong Presiden, sehingga kepercayaan diri mereka akan terus tumbuh meskipun secara kasat mata lakukan pelanggaran konstitusional, juga etika.
Bukan cuma perkara intervensi putusan MK saja, namun Presiden juga membiarkan anak buahnya terlibat kampanye politik. Padahal jelas-jelas dia menginstruksikan agar pejabat bersikap netral.
”Dengan adanya anggota kabinet, Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Budi Arie, dan lainnya dalam aktivitas kampanye Gibran, itu sudah jelas menjadi sumber masalah,” tegas Dedi.
Berat kepentingan presiden di atas segalanya, sulit untuk berharap dia bersikap negarawan, memastikan kestabilan hukum dan politik di Indonesia.
Dedi juga mencontohkan kepongahan orang-orang dekat Jokowi tersebut yakni Anwar Usman yang justru melawan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mencopotnya dari jabatan Ketua MK. Menurutnya, sikap pongah mantan Ketua MK Anwar Usman, karena ia merasa percaya diri disokong Jokowi.
“Itu wajar jika Anwar Usman melawan, dia mendapat “jaminan” untung “menang”,” kata Dedi.
Sebelumnya, dalam konferensi pers, Anwar Usman dengan santai mengaku tak berdosa setelah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, karena terbukti membiarkan Mahkamah Konstitusi (MK) diintervensi pihak luar dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Direktur RISE Institute Anang Zubaidy menilai pernyataan hakim konstitusi Anwar Usman dalam merespons putusan MKMK justru merendahkan martabat dan citranya sebagai hakim.
Baca juga: Putusan MKMK Dianggap Belum Bisa Pulihkan Krisis Konstitusi dan Demokrasi
“Artinya bentuk pembelaan diri yang disampaikan Anwar Usman itu bentuk pembelaan diri yang tidak perlu. Yang menurut hemat saya justru merendahkan citra dan martabat beliau,” tambahnya.
Pembelaan tersebut dinilai Anang sebagai pernyataan tidak pas karena pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman sudah terbukti dalam sidang MKMK.
“Itu kan pelanggaran berat. Kalau kemudian yang bersangkutan itu masih menganggap dirinya sebagai korban itu kan kurang pas, playing victim,” sambungnya. (*)
Balikpapan – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, jumlah single investor identification (SID) menembus 14 juta per… Read More
Jakarta – PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) terus mendukung berbagai kegiatan yang mempromosikan kesehatan… Read More
Jakarta - Sebanyak 6.470 racepack telah diambil pelari yang berpartisipasi dalam PLN Electric Run 2024… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik pencapaian Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 sekitar 8,7… Read More
Jakarta - Merayakan usia ke-26, Bank Mandiri meluncurkan berbagai fitur dan layanan digital terbaru untuk… Read More
Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menunjuk PT Surveyor Indonesia, anggota Holding BUMN IDSurvey,… Read More