Investasi perusahaan keuangan seperti bank bergeser ke otomatisasi, di mana peran orang akan digantikan mesin. Selain memicu perang digital di dunia perbankan, ini bisa diikuti dengan gelombang pengurangan pegawai. Kini, kendati beberapa bank sudah mengurangi ribuan karyawannya untuk mengejar efisiensi, investasi di bidang teknologi pun digelontorkan. Pada era pasar terbuka, yang tidak efisien, lambat, dan kalah branding akan kalah bertanding. Karnoto Mohamad.
TAHUN 2016 adalah tahun yang menegangkan bagi kalangan bankir. Bagi bank yang labanya anjlok pada 2015, tak ada pilihan untuk tidak mencetak pertumbuhan laba tahun ini jika laba industrinya memang tumbuh. Sebab, penurunan laba yang terjadi dua tahun berturut-turut ketika laba industrinya tumbuh itu sudah disebut krisis.
Bank yang mengalami krisis harus melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi membutuhkan seorang leader yang mampu mengatasi krisis. Dan, para bankir yang banknya kembali mengalami penurunan laba juga harus bersiap-siap diganti sebelum masa jabatannya habis karena sudah mengurangi trust dari pemegang saham. Terbukti, bank-bank yang labanya anjlok pada 2013 dan kembali merosot pada 2014, sebagian besar bankirnya pun sudah diganti oleh pemilik.
Dua tahun terakhir, banyak bank yang kinerjanya rontok sudah berganti pemimpin atau chief executive officer (CEO). Di Bank CIMB Niaga, misalnya, ada Tigor Siahaan yang menggantikan Arwin Rasyid. Selain itu, di Bank Danamon, Sng Seow Wah menggantikan Henry Ho; di Bank Kesejahteraan Ekonomi, Sasmaya Tuhulele menggantikan R.M. Junianto; dan di bank syariah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), Agus Sugiarto menggantikan Yuslam Fauzi.
Begitu pula di Bank Muamalat, yang kursi CEO-nya saat ini diduduki Endy Abdurrahman, menggantikan Arviyan Arifin. Bank UOB Buana, yang labanya anjlok tahun lalu, juga sudah berganti kepemimpinan awal tahun ini. Armand B. Arief yang sudah memimpin sejak 2007 diganti oleh Lam Sai Yoke, bankir asal Singapura.
Pergantian pucuk pimpinan di bank-bank tersebut tak hanya karena masa tugasnya sudah habis, tapi juga didorong oleh penurunan kinerja. Pemegang saham memiliki kepentingan untuk mengembalikan kinerja dengan menunjuk orang yang dipercayainya mampu melakukan turn around. Makanya, bankir-bankir profesional seperti Tigor Siahaan dan Sng Seow Wah langsung bekerja keras memimpin restrukturisasi dengan fokus utamanya menjinakkan non performing loan (NPL), menggenjot efisiensi, dan menggenjot pendapatan sehingga berharap bisa mencetak pertumbuhan laba pada 2016.
Kemana arah kompetisi perbankan? Seperti apa strategi bank-bank menghadapi tantangan di 2016? Dan seberapa besar ancaman gelombang PHK di perbankan ditengah melambatnya bisnis dan tren digital banking? Simak ulasannya di Majalah Infobank no. 446 yang terbit pada 1 Maret 2016. (*)
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed kembali memangkas… Read More
Direktur Pemberdayaan dan Layanan UPZ CSR BAZNAS RI Eka Budhi Sulistyo (kanan) dan Seketaris Perusahaan… Read More
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi tengah membrikan sambutan saat Musyawarah… Read More
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto T. Budiman memberikan sambutan saat peluncuran program… Read More