Jakarta–Bank Indonesia (BI) menilai perkembangan harga-harga di DKI Jakarta pada Oktober 2015 mengalami deflasi akibat koreksi harga komoditas pangan dan penyesuaian harga komoditas energi.
Deflasi di Jakarta tercatat sebesar 0,05% secara bulanan (mtm) atau mencapai inflasi sebesar 6,76% secara tahunan (yoy) bila dibandingkan dengan Oktober tahun 2014, menurun dari bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,01% (mtm) atau 7,24% (yoy).
Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta, Doni P. Joewono menyatakan, perkembangan inflasi DKI Jakarta tersebut sejalan dengan perkembangan inflasi nasional juga mengalami deflasi, yaitu sebesar 0,08% (mtm) atau 6,25% (yoy).
“Angka inflasi di bulan ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi bulan Oktober lima tahun sebelumnya (tahun 2010-2014) yang mencatat inflasi sebesar 0,17% (mtm),” tukasnya di Jakarta, Senin, 2 November 2015.
Kondisi ini mencerminkan tekanan inflasi yang rendah, seiring dengan terjaganya pasokan pangan di tengah masih berlanjutnya musim kering akibat El-Nino dan masih rendahnya daya beli masyarakat. Realisasi inflasi Oktober 2015 tersebut sejalan dengan proyeksi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta yang sebelumnya memperkirakan bahwa pada bulan Oktober Jakarta akan mengalami deflasi.
Berdasarkan kelompoknya, deflasi yang terjadi terutama bersumber dari turunnya harga-harga pada kelompok bahan pangan (volatile food) dan kelompok komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered prices), sementara kelompok komoditas inti tetap mengalami inflasi namun dengan angka yang juga rendah.
Koreksi harga pada beberapa komoditas pangan terutama terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan, daging, ikan segar, dan sayur-sayuran. Pada kelompok bumbu-bumbuan koreksi harga paling dalam terjadi pada komoditas cabai merah dan cabai rawit (27,62% dan 28,51%). Pada subkelompok daging dan hasilnya penurunan harga terutama pada daging ayam kampung (3,82%) dan daging ayam ras (2,69%). Sementara subkelompok ikan segar dan sayur-sayuran mencatat deflasi masing-masing 2,02% dan 1,41%. Melimpahnya pasokan menjadi pendorong koreksi harga komoditas-komoditas tersebut di pasar-pasar Jakarta. Berbagai penurunan tersebut menyebabkan deflasi pada subkelompok bahan makanan sebesar 1,16% (mtm).
Deflasi juga terjadi pada kelompok administered prices yang disebabkan oleh turunnya harga pada beberapa komoditas subkelompok bahan bakar, penerangan dan air serta subkelompok transportasi. Penurunan harga gas LPG 12 kg menyebabkan deflasi komoditas bahan bakar rumah tangga sebesar 0,14%.
Demikian juga kebijakan penurunan tarif listrik, terutama untuk pelanggan industri kelompok I3 dan I4 mendorong deflasi tarif listrik sebesar 0,52%. Dari sisi subkelompok transportasi, turunnya harga avtur, pertalite, pertamax dan solar (baik subsidi maupun nonsubsidi) ikut berperan terjadinya deflasi pada subkelompok ini sebesar 0,06%.
“Hal ini merupakan dampak implementasi paket kebijakan pemerintah jilid III, yang bertujuan untuk mendorong daya beli dan daya saing perekonomian Indonesia,” sambung Doni.
Penurunan tekanan pada inflasi inti disumbangkan oleh deflasi subkelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga. Berbagai pengeluaran konsumsi masyarakat terkait dengan pendidikan telah menurun, seiring dengan telah berlalunya masa tahun ajaran baru dari tingkat TK – Perguruan Tinggi. Selanjutnya, berakhirnya masa liburan sekolah juga mendorong turunnya permintaan akan komoditas rekreasi. Selain itu, tekanan inflasi yang menurun pada bulan ini juga disebabkan oleh menurunnya permintaan masyarakat terhadap beberapa komoditas lainnya yang tergabung dalam subkelompok makanan jadi dan kelompok sandang. Sehingga kedua kelompok komoditas tersebut mencatat inflasi relatif rendah, yaitu masing-masing 0,13% dan 0,75%. “Kondisi ini mengonfirmasi belum adanya perbaikan daya beli masyarakat yang cukup berarti,” ucap Doni.
Memerhatikan pola perkembangan harga-harga dan pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta hingga akhir Oktober 2015, serta relatif masih rendahnya kemampuan konsumsi masyarakat, inflasi pada periode November 2015 mendatang diperkirakan masih tetap rendah. Sehingga sampai dengan akhir tahun 2015, inflasi Jakarta diperkirakan akan bias ke bawah dari perkiraan sebelumnya, menuju ke kisaran di bawah 4% (yoy).
Berbagai kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka mendorong daya beli dan daya saing perekonomian akan mendukung kondisi inflasi yang relatif rendah. Meski demikian, lanjut Doni, tren pergerakan Rupiah yang belum stabil perlu terus diwaspadai, terutama dampaknya terhadap pergerakan inflasi inti. Selain itu, masih tingginya intensitas El-Nino yang menyebabkan kekeringan pada daerah produksi pangan juga turut menjadi perhatian utama karena akan berdampak pada berkurangnya pasokan bahan pangan dan dapat mendorong inflasi bahan pangan. Terkait dengan hal tersebut, TPID Jakarta perlu terus menguatkan koordinasi dan mengambil langkah-langkah dalam menjaga kecukupan pasokan, melalui perbaikan manajemen stok, terutama bekerjasama dengan Bulog untuk mengantisipasi kebutuhan pangan Jakarta beberapa bulan ke depan, serta mengendalikan ekspektasi inflasi masyarakat. (*) Paulus Yoga
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pada Oktober 2024 mengalami peningkatan. Tercatat, nilai ekspor Oktober… Read More
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar USD2,48… Read More
Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) baru saja menggelar Rapat Umum… Read More
Jakarta - Rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan dolar… Read More
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sejumlah rekening milik Ivan Sugianto… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Jumat (15/11), pukul 9.00 WIB Indeks Harga Saham… Read More