Ekonomi dan Bisnis

Penyaluran KUR Lambat, Ekonom Beberkan Biang Keroknya

Jakarta – Direktur Eksekutif Institute dor Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai masih jauhnya realisasi pencapaian penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap target tahun 2023 yang sebesar Rp297 triliun ditenggarai oleh sejumlah faktor.

Seperti diketahui, hingga 20 November 2023 KUR baru tersalur sebesar Rp218,40 triliun atau 73,54 persen dari target.

Tauhid mengatakan bahwa yang pertama penyebab KUR lambar dikarenakan fenomena ekonomi yang melemah. Secara umum kredit juga melemah sebesar 8,96 persen di September 2023. Hal tersebut ini tentu memengaruhi kredit KUR.

Baca juga: Kemenkop UKM Pesimis Target KUR 2023 Tercapai, Ini Penyebabnya

“Jadi ekonomi kita daya belinya lagi turun, sehingga membuat terutama UMKM yang tadi basisnya di perdagangan, makan dan minum permintaanya juga turun untuk mereka ekspansi usaha, jadi kalau daya beli lagi turun permintaan kredit turun,” ujar Tauhid saat ditemui awak media di Jakarta, Selasa 21 November 2023.

Kedua, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikan suku bunga acuan menajdi 6 persen, memengaruhi bunga kredit komersil. Ini memiliki imbas kepada pelaku usaha yang memiliki kredit selain KUR atau kredit komersil. 

“Ini memengaruhi mereka juga, mengurangi tensi untuk menaikan jumlah kreditnya, saya kira itu yang paling berasa,” tambahnya.

Ketiga, di tengah pelemahan ekonomi, munculnya wirausaha baru mengalami penurunan. Di samping itu, adanya tren digitalisasi menambah persaingan semakin kuat, dikarenakan harga barang di platform digital lebih murah.

Baca juga: Masih Jauh Dari Target, Realisasi KUR Baru Capai Segini

“Kalau harga di digital sudah sangat rendah, sangat kompetitif, jadi orang tidak punya ceruk yang lebih luas. Memang ada yang berhasil tapi kalau kita lihat rasanya ini memperlambat karena kita lihat situasinya mal-mal banyak yang tutup, Pasar Tanah Abang sepi. Nah, itu menandakan sektor usaha lagi tertekan karena situasi tersebut, sehingga ini akan memengaruhi permintaan kredit termasuk KUR,” ungkapnya.

Terakhir, eskalasi kenaikan sektor bisnis dari pengguna KUR terutama super mikro relatif tertahan. Hal ini disebabkan dua hal, yakni market terbatas dan pelaku usaha tidak ingin naik kelas.

“Karena bagi mereka cukup untuk mendapatkan uang tambahan untuk kebutuhannya dan tidak untuk mendapatkan bisnis besar. Ini kelihatan dari profil mereka itu 40-50 tahun keatas besar, jadi peningkatan bisnisa ke mereka ya sekadarnya bukan untuk eskalasi bisnis. Eskalasi bisnis kalau lihat profil itu yang pengusaha muda, mereka kalau dapet duit bisnisnya lebih kenceng lagi,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

KPEI Catat Transaksi CCP PUVA Capai USD168 Juta per Akhir Oktober 2024

Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More

2 hours ago

Analis Rekomendasikan Buy Saham BBNI, Ini Alasannya!

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More

2 hours ago

Gapensi Tolak Keras PPN 12 Persen: Bisa Perlambat Proyek Pemerintah

Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More

3 hours ago

IHSG Ditutup Meningkat 1,65 Persen, 299 Saham Hijau

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 25 November 2024, ditutup… Read More

3 hours ago

Dari Generasi ke Generasi, Komitmen Universal BPR untuk Tumbuh Berkelanjutan

Jakarta - Universal BPR adalah contoh nyata bagaimana bisnis keluarga dapat berkembang dan beradaptasi dengan… Read More

3 hours ago

Zurich Indonesia Optimistis Pasar Otomotif Dalam Negeri Bakal Lebih Kuat di 2025

Jakarta - Bisnis kendaraan bermotor di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat akibat melemahnya daya beli… Read More

3 hours ago