Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja kredit perbankan melambat. Pada September 2023 pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 8,96 persen yoy, atau melambat jika dibandingkan dengan Agustus 2023 sebesar 9,06 persen menjadi menjadi Rp6.837 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, pertumbuhan kredit tersebut ditopang oleh kredit investasi sebesar 11,19 persen yoy.
Di sisi kepemilikan, pertumbuhan kredit terbesar atau menjadi kontributor pertumbuhan kredit tercatat dari Bank Umum Swasta Domestik yang tumbuh sebesar 12,19 persen yoy, dibandingkan dengan Juni dan Juli 2023 dimana laju pertumbuhan kredit tertinggi dikontribusikan oleh bank BUMN sebesar 8,30 persen dan 9,81 persen yoy.
Baca juga: Bisnis Kartu Kredit Terus Tumbuh, Profil Risiko Nasabah Tetap jadi Perhatian Bank
Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 tercatat sebesar 6,54 persen yoy, dibandingkan dengan Agustus 2023 sebesar 6,24 persen yoy, atau menjadi sebesar Rp8.147 triliun.
”Dengan kontribusi terbesar dari Giro yang tumbuh sebesar 9,84 persen yoy. Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan meningkatnya kebutuhan investasi korporasi pasca pencabutan status pandemi Covid-19,” ujar Dian dalam konferensi pers RDK, Senin 30 Oktober 2023.
Di samping itu, likuiditas industri perbankan pada September 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit(AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) yang meskipun sedikit turun masing-masing menjadi 115,37 persen, dibandingkan Agustus 2023 sebesar 118,50 persen dan 25,83 persen yang di Agustus 2023 26,49 persen, namun tetap jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen, dibandingkan Agustus 2023 0,79 persen dan NPL gross sebesar 2,43 persen yang di Agustus 2023 2,50 persen.
Baca juga: BI Catat Kredit Perbankan Kembali Loyo di September 2023
Dia mengatakan, ditengah suku bunga Amerika Serikat yang tinggi dan keyakinan akan berlangsung lebih lama atau hoger for longer, industri perbankan Indonesia tetap solid dan resilien. Tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan yang tinggi sebesar 27,41 persen.
“Atau jauh diatas rata-rata CAR negara lain yang berada dibawah 20 persen, hal ini menunjukan bahwa kebijakan prudensial kita yang konservatif sangat membantu dalam menangani situasi global yang masih ditandai dengan volatility, uncertainty, compacity, dan ambiguity atau FUCA,” pungkas Dian. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta – Bank Indonesia (BI) beserta seluruh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)… Read More
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More