Jakarta–Setelah pada bulan Januari inflasi terhitung rendah (0,24%, mtm), pada Februari 2016 perkembangan harga-harga di Jakarta bahkan mencatat deflasi sebesar 0,06% (mtm). Hal ini berbeda dengan data historis kondisi Februari dalam 5 tahun terakhir yang mengalami inflasi rata-rata sebesar 0,35% (mtm).
Deflasi terutama bersumber dari penurunan pada kelompok administered prices akibat kebijakan pemerintah dalam menurunkan tarif tenaga listrik (TTL) dan penurunan harga BBM serta kelompok volatile vood terkait dengan langkah pemerintah dalam manajemen stok yang lebih baik, menurunkan biaya distribusi, serta ketersediaan pasokan yang memadai.
Deflasi pada kelompok administered prices terutama dipengaruhi oleh penurunan TTL dan harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah menurunkan TTL per 1 Februari 2016 pada 12 golongan pelanggan nonsubsidi mendorong deflasi pada komoditas tarif listrik sebesar 4,68% (mtm). Selain itu, masih rendahnya harga minyak dunia, telah direspons dengan menurunkan harga bensin (pertamax dan pertalite) pada 5 Februari 2016. Hal ini kemudian menyebabkan deflasi pada komoditas bensin sebesar 1,29% (mtm). Namun, laju deflasi ini sedikit tertahan oleh kenaikan harga komoditas transportasi, yaitu angkutan udara, sebagai dampak dari meningkatnya permintaan terkait dengan long weekend menyambut hari Raya Imlek yang dimanfaatkan untuk berlibur.
Deflasi juga terjadi pada kelompok volatile food seiring dengan ketersediaan pasokan yang memadai serta langkah pemerintah dalam mengendalikan harga pangan. Tingginya harga daging ayam ras yang pada bulan sebelumnya terdorong oleh mahalnya harga jagung untuk pakan ternak ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan menggelontorkan komoditas jagung pakan ternak dengan harga murah di daerah produsen sehingga biaya produksi dapat ditekan. Langkah ini juga berdampak pada turunnya harga telur ayam ras. Daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing mengalami deflasi sebesar 3,73% (mtm) dan 2,44% (mtm). Sementara itu, dari subkelompok bumbu-bumbuan, penurunan harga terutama terjadi pada komoditas bawang merah yang mengalami deflasi sebesar 6,34% (mtm) akibat panen di daerah sentra. Hal serupa juga terjadi pada komoditas beras yang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,67% (mtm), atas hasil upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menjaga stok beras melalui kerjasama PT Food Station Tjipinang Jaya dengan Bulog.
Berbeda dengan kelompok administered prices dan volatile food yang mengalami deflasi, kelompok inti pada bulan ini tetap mengalami inflasi. Sumber laju inflasi inti berasal dari kelompok sandang yang mengalami inflasi sebesar 1,18% (mtm), didorong oleh kenaikan indeks harga emas perhiasan yang cukup signifikan (4,72%, mtm). Kenaikan harga emas perhiasan tersebut mengikuti tren kenaikan harga emas dunia yang mulai meningkat dalam dua bulan terakhir, di samping karena faktor meningkatnya permintaan seiring dengan hari Raya Imlek. Walau demikian, inflasi inti pada Februari 2016 relatif masih terjaga. Nilai tukar yang cukup stabil dengan kecenderungan menguat serta daya beli masyarakat juga relatif masih rendah, menjadi faktor pendukungnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Doni P Joewono mengatakan jika memperhatikan kebijakan pemerintah terkait harga-harga komoditas energi serta pola perkembangan harga-harga dan pantauan terhadap beberapa komoditas di pasar-pasar di Jakarta, inflasi pada Maret 2016 diprakirakan akan tetap rendah. Penurunan kembali tarif listrik pada 12 golongan nonsubsidi serta penurunan harga bensin jenis pertamax dan pertalite per 1 Maret 2016 akan menjadi faktor pemicu rendahnya laju inflasi Maret 2016. Di samping itu, komitmen pemerintah daerah, melalui BUMD untuk dapat menjaga stabilitas harga pangan, antara lain daging sapi di kisaran Rp90.000 – Rp100.000 menambah keyakinan inflasi pada bulan mendatang akan tetap terjaga. Walau demikian, beberapa komoditas pangan terutama bumbu-bumbuan seperti cabe merah besar dan cabe merah keriting diperkirakan akan kembali mengalami peningkatan, seiring dengan meningkatnya intensitas hujan. Hal ini terindikasi dari perkembangan harga komoditas tersebut pada minggu ketiga dan keempat Februari 2016 yang mulai meningkat. Dari sisi subkelompok komoditas transpor, komoditas angkutan udara juga diperkirakan kembali akan mencatat inflasi terkait dengan adanya long weekend bulan Maret (Hari Raya Isa Almasih pada tanggal 25 Maret 2016) yang dapat dimanfaatkan untuk berlibur menggunakan moda pesawat udara. Perkembangan harga kedua subkelompok ini akan menjadi faktor penahan penurunan laju inflasi Maret.
“Penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2016,” kata Doni.
Menurutnya berbagai program TPID harus selaras dengan program-program kerja di masing-masing SKPD, terutama yang menyangkut ketahanan pangan dan kelancaran distribusi pangan. Koordinasi yang baik juga sangat diperlukan dalam sinkronisasi kebijakan, yang didukung dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak agar tercapai kestabilan harga yang sangat dibutuhkan untuk mendorong pembangunan ekonomi Jakarta secara keseluruhan. (*) Ria Martati
Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More
Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More
Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More