Keuangan

Pentingnya Memiliki Perlindungan Asuransi Jangka Panjang

Jakarta – Setiap orang menyadari bahwa akan selalu ada risiko yang harus dihadapi dalam menjalani kehidupan, seperti sakit, kecelakaan, bencana alam, hingga kematian yang bisa memicu ketidakpastian di masa depan bagi keluarga yang ditinggalkan, terutama terkait kemampuan finansial. Untuk itulah, pentingnya memiliki asuransi jangka panjang.

Sebagai contoh, sebuah keluarga bisa mengalami ketidakpastian finansial ketika terjadi risiko kematian pada kepala rumah tangga sebagai pencari nafkah. Keluarga yang ditinggalkannya pun akan kehilangan sumber penghasilan sehingga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi kepada sebuah keluarga yang pasangannya tidak bekerja, dengan kebutuhan hidup yang sangat besar.

“Ketidakpastian risiko kehidupan membuat setiap orang harus matang merencanakan keuangan mereka sebagai mitigasi beban biaya yang mungkin timbul di kemudian hari. Apalagi bagi mereka yang sudah menikah dan memiliki anak, melakukan antisipasi terjadinya kerugian finansial dengan memiliki asuransi akan memberikan rasa aman dan membuat pikiran tenang (peace of mind), sehingga bisa fokus menjalankan hidup untuk mengejar kebahagiaan dan kesuksesan,” ujar Financial Planner Mada Aryanugraha dikutip 17 Oktober 2023.

Baca juga: Asuransi Jadi Pilar Penting Wujudkan Indonesia Emas 2045

Mada yang juga CEO Sipundi.id pun mengungkapkan, bahwa masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin sadar untuk memiliki asuransi. Hal ini bisa dilihat dari terus bertumbuhnya jumlah premi asuransi nasional dari tahun ke tahun. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat akumulasi pendapatan premi industri asuransi pada Agustus 2023 mencapai Rp203,42 triliun.

Namun, sayangnya masih banyak orang yang salah kaprah dalam memahami tujuan membeli asuransi, yakni untuk menghindari kerugian finansial ketika terjadi risiko di kemudian hari. Tidak sedikit orang justru tanpa sadar merasa rugi karena tidak mengalami risiko kehidupan (tidak pernah klaim) setelah bertahun-tahun rutin membayar premi. Padahal nasabah harusnya bersyukur karena hal tersebut berarti selama ini ia dilancarkan kesehatannya.

Selain itu, nasabah juga kerap salah kaprah terkait jangka waktu membayar premi dan porsi investasi dalam Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Asuransi (PAYDI). Umumnya nasabah beranggapan hasil investasi di PAYDI dapat digunakan sepenuhnya untuk konsumsi pribadi di masa depan.

Pemahaman ini membuat banyak nasabah melakukan pencairan nilai tunai investasi yang terbentuk saat masa perlindungan asuransi masih berjalan dan dalam kondisi cuti premi (biasanya sudah membayar premi di atas 5-10 tahun). Di sinilah mulai timbul masalah. Banyak nasabah PAYDI yang tidak puas karena mereka diharuskan melakukan top up (membayar) premi asuransi setelah mengambil nilai tunai. Ketidakpuasan mereka lebih karena merasa sudah membayar premi sesuai kurun waktu yang ditentukan polis, tetapi akhirnya disuruh membayar kembali setelahnya.

Baca juga: OJK Catat Pendapatan Premi Asuransi Turun 2,34 Persen, Gara-Gara Unit Link?

Menurut Mada, nasabah/calon nasabah harus memahami beberapa hal penting dalam mengoptimalkan fungsi dan manfaat PAYDI. Hal pertama adalah terkait jangka waktu pembayaran premi, dimana PAYDI memberikan perlindungan sampai dengan usia 99 tahun. Artinya secara jangka waktu, perlindungan bisa mencapai 30 sampai 70 tahun, tergantung usia saat membeli asuransi di awal.

Selain itu, penting pula diketahui bahwa selama jangka waktu asuransi berjalan, maka setiap tahunnya akan selalu ada biaya asuransi yang harus dibayarkan. Jika nasabah pertama kali membeli asuransi PAYDI saat berusia 30 tahun, maka biaya asuransi akan selalu ditagihkan selama 69 tahun hingga usia 99 (jika masih hidup).

Adapun untuk ilustrasi PAYDI sendiri, perhitungan jangka waktunya mengacu pada masa pembayaran premi rata-rata di 10 tahun, yang di dalamnya telah mempertimbangkan pengembangan hasil investasi untuk membayar biaya asuransi sampai nasabah berusia 99 tahun. Oleh karena itu, apabila premi memang hanya dibayarkan selama 10 tahun, lalu kemudian cuti premi, maka nasabah tidak akan diminta untuk top up premi, asalkan sepanjang tahun nilai tunai investasi selalu mencukupi.

Selanjutnya, hal kedua yang harus dipahami tentang PAYDI adalah investasinya bukan dirancang untuk konsumtif. Nilai investasi pada PAYDI seyogyanya bertujuan membayar biaya asuransi di masa depan, saat nasabah memutuskan untuk cuti premi. Kalaupun investasi pada PAYDI akhirnya dicairkan, maka ada konsekuensi nasabah harus terus kembali membayar premi di masa depan.

“Sebagai seorang Independent Financial Planner yang sudah berkecimpung sejak 2011, saya tidak menyarankan Investasi pada PAYDI dijadikan salah satu sumber dana darurat, karena nilai tunainya disarankan untuk memastikan ketersediaan dana untuk membayar biaya asuransi setiap tahunnya selama masa perlindungan asuransi berlangsung. Kebutuhan dana darurat sebaiknya disiapkan secara mandiri di luar alokasi premi asuransi,” jelas Mada.

Baca juga: Premi Asuransi Jiwa Lagi-lagi Anjlok Rp9,9 Persen, AAJI Salahkan SEOJK PAYDI

Sebagai contoh, Mada merujuk pada salah seorang nasabah PAYDI yang pernah berkonsultasi padanya. Nasabah ini membayar premi dan berinvestasi pada PAYDI sejak tahun 2011, sehingga manfaat proteksinya senantiasa aktif meski sesekali mengambil cuti premi. Kondisi tersebut bisa terjadi karena nasabah memiliki ketersediaan nilai tunai yang mencukupi untuk melanjutkan pembayaran biaya asuransi.

Selain itu, berkat kepemilikan polis PAYDI yang aktif, nasabah terkait juga mendapatkan berbagai nilai lebih yang berkesan, seperti keleluasaan meng-upgrade polis sesuai kebutuhan, kesempatan merencanakan tambahan dana pensiun dan warisan untuk masa depan keluarganya, serta menjadikan nilai tunai investasi sebagai pelengkap sumber dana darurat.

“Nasabah tersebut juga bercerita bahwa ia rajin memantau pergerakan investasi dan kondisi nilai tunai yang dihasilkannya, serta melakukan top up ketika nilai tunai dianggap kurang untuk membayar biaya asuransi, sehingga terhindar dari risiko polis lapse meski beberapa kali melakukan pencairan dalam jumlah tertentu,” tutup Mada. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

BNI Sumbang Rp77 Triliun ke Penerimaan Negara dalam 5 Tahun

Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More

7 hours ago

BI Gratiskan Biaya MDR QRIS untuk Transaksi hingga Rp500 Ribu, Ini Respons AstraPay

Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More

7 hours ago

AstraPay Bidik 16,5 Juta Pengguna di 2025, Begini Strateginya

Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More

8 hours ago

Askrindo Dukung Gerakan Anak Sehat Indonesia di Labuan Bajo

Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More

8 hours ago

Presiden Prabowo Dianugerahi Tanda Kehormatan Tertinggi El Sol del Perú, Ini Maknanya

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More

9 hours ago

RUPS PLN Rombak Pengurus, Berikut Direksi dan Komisaris Terbarunya

Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More

10 hours ago