Dengan mulai adanya pergeseran layanan TI, Tris menjelaskan potensi resiko yang dihadapi perbankan tentunya akan semakin bertambah, khususnya risiko operasional, hukum dan reputasi. Karena layanan seperti internet, e-commerce dan e-banking membuka peluang besar untuk cyber crime di Indonesia.
Ia pun mengungkapkan sampai dengan akhir 2013 Indonesia masuk jajaran negara yang paling banyak diserang kejahatan dunia maya atau cyber crime dengan komposisi hingga mencapai 38%, disusul China 35%.
(Baca juga : Sebelum Akhir Tahun, OJK Akan Rilis Aturan Fintech)
Melihat hal tersebut lanjutnya, OJK akan terus mengedukasi masyarat agar dapat memahami bentuk-bentuk kejahatan di dunia maya. Sehingga tidak ada lagi nasabah yang dirugikan akibat kejahatan tersebut. Adapun salah satu kejahatan di dunia maya yang belakangan marak terjadi diantaranya “phising”. Yakni tindakan kejahatan dalam memperoleh informasi pribadi seperti user I’d, PIN dan no rekening.
“Intinya kita teerus menjaga nasabah dengan mengedukasi,” jelasnya. (*) Dwitya Putra
Page: 1 2
Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengapresiasi kesiapan PLN dalam… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih mengkaji ihwal kenaikan PPN 12 persen… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 23 Desember 2024, ditutup… Read More