News Update

Peningkatan Volatilitas Arus Modal Butuh Kebijakan yang Tepat

Jakarta – Bank Indonesia (BI) yang tergabung dalam Bank for International Settlements (BIS) Asian Consultative Council membentuk tim kerja beranggotakan 12 bank sentral mengeluarkan laporan Capital Flows, Exchange Rate, and Policy Frameworks in Emerging Asia.

Dalam laporan tersebut menyatakan bahwa butuh kebijakan bank sentral yang tepat dalam menyikapi volatilitas aliran modal. Sebab aliran modal ini berpotensi meningkatkan volatilitas dan tekanan terhadap nilai tukar, dan pada akhirnya dapat mempengaruhi stabilitas moneter dan sistem keuangan.

“Dalam merumuskan respons kebijakan yang tepat untuk mengatasi volatilitas aliran modal dan nilai tukar, bank sentral pada umumnya melakukan monitoring terhadap likuiditas valuta asing, termasuk mengamati kecepatan perubahan nilai tukar serta pengaruh aliran modal terhadap harga aset, untuk menjamin pasar keuangan tetap berfungsi dengan baik,” dikutip dari siaran resmi BI di Jakarta, Jumat 27 November 2020.

Untuk menjaga stabilitas eksternal, beberapa bank sentral juga perlu melakukan intervensi di pasar valuta asing apabila terjadi volatilitas nilai tukar yang berlebihan. Sementara itu, jumlah bank sentral yang menerapkan kebijakan makroprudensial untuk menjaga kestabilan sistem keuangan juga mulai mengalami kenaikan.

Sejalan dengan meningkatnya volatilitas aliran modal dan nilai tukar di negara-negara berkembang, BIS mengkoordinasikan penyusunan kajian tersebut guna melihat penggunaan kebijakan moneter, makroprudential, nilai tukar, dan manajemen aliran modal dalam mengatasi dampak kenaikan volatilitas aliran modal terhadap stabilitas nilai tukar.

Pandemi COVID-19 juga menjadi stress-test bagi kerangka kebijakan bank sentral saat ini. Selain menerapkan berbagai kebijakan konvensional, bank sentral di kawasan Asia Pasifik juga menempuh kebijakan yang tidak biasa (unconventional) untuk memitigasi dampak krisis, menjamin kecukupan likuiditas di pasar keuangan, dan merelaksasi pengaturan sehingga tidak terjadi negative feedback loops antara sektor riil dan sektor keuangan. Dalam hal ini, koordinasi dan kerja sama yang erat antara Bank Sentral dan Pemerintah merupakan kunci dari efektivitas respons kebijakan dalam mengatasi krisis. (*)

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

ICC Resmi Keluarkan Surat Penangkapan Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant

Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More

2 hours ago

Mandiri Sekuritas Ramal Ekonomi RI Tumbuh 5,1 Persen di 2025

Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran… Read More

11 hours ago

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

11 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

12 hours ago

Insiden Polisi Tembak Polisi, Ini Penjelasan Kapolda Sumbar

Jakarta - Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Suharyono menjelaskan kronologis polisi tembak polisi yang melibatkan bawahannya,… Read More

12 hours ago

Wamen ESDM Dukung Adopsi Electrifying Lifestyle di Masyarakat

Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More

13 hours ago