DPR; Pembahasan tax amnesty. (Foto: Dok. Infobank)
Jakarta – Guna memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah bersama DPR-RI dalam waktu dekat berencana untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Jika RUU tersebut disahkan, maka para pengusaha wajib membayarkan iuran Tapera bagi para pekerjanya.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Mukhamad Misbakhun mengaku, RUU Tapera telah memasuki tahap akhir dan akan selesai menjadi UU dalam waktu dekat ini. Menurutnya, saat ini pembahasan RUU Tapera tersebut telah mencapai 85% dan akan disahkan menjadi UU pada bulan ini.
Oleh sebab itu, dia meminta agar para pengusaha untuk mengikuti kebijakan UU Tapera tersebut. Seandainya para pengusaha tidak mentaati kebijakan pemerintah untuk membantu masyarakat pendapatan rendah mendapat perumahan, maka kata dia, ada sangsi yang harus di terima oleh para pengusaha. Hal ini sejalan dengan RUU Tapera yang akan disahkan menjadi UU, sehingga menjadi kewajiban.
“Terkait dengan sangsi, kita akan ada sangsinya, contoh kita sebutkan siapa saja perusahaan-perusahaan yang tidak mengikuti, paling berat itu pencbutan izin dimana mereka tidak menjalankan kewajiban itu,” ujar Misbakhun di Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.
Lebih lanjut dia menegaskan, bahwa tidak ada perusahaan yang tidak diwajibkan untuk mengikuti program Tapera ini, termasuk perusahaan BUMN. Menurutnya, perusahaan BUMN dapat menjadi lokomotif dalam menjalankan program Tapera ini. Semakin banyak dana yang dikelola dalam tabungan ini, maka masyarakat akan mendapatkan bunga yang lebih rendah lagi. Sehingga diharapkan para pengusaha harus mentaati dan mendukung UU Tapera ini.
“Bagaimana jika BUMN tidak menjalankan, saya mengharapkan semua menjalankan kewajiban itu, bahkan yang informal juga harus menjadi anggota, supaya nilai kegotongroyongannya menjadi banyak, kalau anggotanya lebih banyak bunga juga menjadi lebih rendah,” tukasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani menolak RUU Tapera untuk disahkan. Kadin menolak jika RUU Tapera memaksakan pengenaan beban bagi Pemberi Kerja atau Perusahaan. Demikian Pekerja juga akan terbebani karena akan dipungut 2,5% dari gaji paling banyak sebesar 20 kali dari upah minimum yang merupakan tambahan biaya dari total pungutan untuk pekerja saat ini yang sudah mencapai 4%.
“Kadin dengan dukungan asosiasi-asosiasi sektoral menolak RUU tersebut karena tidak sejalan dengan spirit utama penciptaan iklim investasi yang kompetitif,” tegasnya.
Penolakan RUU Tapera bukan berarti pengusaha menolak kebijakan pemerintah untuk membantu masyarakat pendapatan rendah mendapat perumahan. Menurutnya, hal tersebut kewajiban negara, tetapi kebijakan itu jangan membebani sektor industri formal dengan iuran atau pungutan tambahan.
Seperti diketahui, sebelumnya iuran Tapera ini dianggap sebagai pelengkap iuran wajib lain yang telah berlaku, yakni iuran BPJS Kesehatan dan iuran BPJS Ketenagakerjaan. Iuran Tapera ditetapkan sebesar 3% dari upah sebulan. Sebesar 2,5% akan ditanggung pekerja dan 0,5% ditanggung oleh perusahaan. (*) Rezkiana Nisaputra
Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan volume transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jayapura – Persaingan Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk berebut sumber Dana Pihak Ketiga (DPK) dari… Read More
Jakarta - Pada awal 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Peraturan OJK (POJK) No. 4… Read More
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu menyampaikan sambutan saat acara… Read More
Asbanda dan para direksi Bank Pembangunan Daerah, mengunjungi Border Post RI Skouw & Papua New… Read More