Ekonomi dan Bisnis

Pengurangan Emisi Tak Hentikan Pendanaan Korsel Pada Proyek Berjalan di RI

Jakarta – Pemerintah mengapresiasi langkah Korea Selatan (Korsel) yang menegaskan niatan mengurangi emisi. Hal ini selaras dengan niatan RI yang juga sama, mengadopsi agenda perubahan iklim. Apresiasi juga diutarakan pemerintah RI terhadap pernyataan yang tetap berkomitmen pada pendanaan untuk proyek batu bara di Tanah Air yang tengah berjalan.

“Gak masalah karena semua proyek PLTU Indonesia sudah finance closed dan tinggal penyelesaian konstruksinya,” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal kelistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) seperti dikutip Selasa, 27 April 2021.

Sebelumya, Korea Selatan menyatakan akan mengakhiri pendanaan untuk proyek batu bara di luar negeri. Langkah ini menjadi upaya Korsel mencapai target penurunan emisi. Pernyataan Presiden Korawl Moon Jae-in itu disampaikan pada Leaders Summit on Climate (KTT Perubahan Iklim) yang diinisiai oleh Amerika Serikat, Kamis (22/4). Namun, ditegaskan Moon pula, terhadap proyek pendanaan proyek yang sudah berjalan, tak terdampak kebijakan tersebut.

Dalam pernyataan persnya, seperti dikutip dari kantor berita Yonhap, Moon mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen mengurangi emisi karbon. Terhadap pendanaan proyek-proyek batu bara ke depan, pemerintahnya akan meniadakan dukungan. Namun, Moon juga menekankan, kebijakan ini tidak berpengaruh terhadap apa yang sudah dijalin pemerintahnya dengan Indonesia dan Vetnam. Tujuh proyek pembangkit di dalam negeri Korea sendiri tetap berjalan.

Selain itu, perbankan Singapura juga menyatakan niatan senada, mengurangi emisi karbon. Namun, ditekankan pula bahwa menyetop semua pendanaan terhadap proyek tersebut mendadak, adalah bukan pilihan yang baik. Adalah tidak mungkin menyetop semua aktivitas bisnis perusahaan-perusahaan besar yang sudah berinvestasi panjang di sektor industri itu. Ada efek tautan yang harus dipikirkan.

Dalam pemberitaan pekan lalu, salah satu bank besar di Singapura menyebutkan, akan kemungkinan menyetop pendanaan proyek baru kepada perusahaan yang utamanya bergerak di sektor batubara mulai Januari 2026, kecuali apabila jika mereka juga mengupayakan energi terbarukan.  

Korea Selatan adalah satu satu dari tiga investor terbesar di dunia untuk proyek batu bara, selain China dan Jepang.

Di Indonesia, Korea Selatan menyalurkan pendanaan jangka panjang untuk pembangkit melalui penjaminan Perusahaan Asuransi Perdagangan Korea (K-SURE) dan Bank Ekspor-Impor Korea (KEXIM) serta pendanaan langsung melalui KEXIM dan Bank Pembangunan Korea (KDB) baik untuk proyek PLN maupun proyek IPP (pembangkit swasta) yang tersebar di Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Monty Girianna menegaskan hal serupa. Katanya, Indonesia sudah mengikuti dan siap mengadopsi agenda perubahan iklim. Dan, apa yang disepakati dengan Korsel tetap berjalan.

“Tentu saja untuk proyek-proyek PLTU Batubara yang existing masih tetap akan berjalan sesuai dengan kontrak, kalaupun ada perubahan perlu ada kesepakatan kedua belah pihak,” ucap Monty Girianna.

Ia menegaskan, Indonesia masih tetap komitmen untuk bersama-sama komunitas global menyukseskan agenda pengurangan emisi gas rumah kaca. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan baik yang digunakan untuk kelistrikan maupun nonkelistrikan.

Pemerintah, dalam hal ini ESDM, juga tengah mengevaluasi dan memfinalkan RUPTL PLN tahun 2021-2030. Evaluasi yang dilakukan diantaranya adalah mengkaji proyek-proyek PLTU Batubara yang belum konstruksi dan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan.

Wanhar juga  dalam kesempatan sebelumnya, menyebutkan pemanfaatan teknologi Ultra Super-Critical (USC) pada PLTU yang kini dibangun di Indonesia,  menjadi bagian road map penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi. Teknologi USC termasuk Clean Coal Technology atau CCT bisa mengurangi emisi GRK karena memiliki efisiensi sebesar 40%. Ia menjelaskan, hal ini berarti PLTU USC mampu mengonversi sebanyak 40% dari setiap energi yang terkandung di dalam batu bara menjadi energi listrik (kWh).

“Bukan sebagai standar, tapi semacam road map penggunaan PLTU di Indonesia,” jelasnya.

Pada PLTU USC juga sudah dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran udara, sehingga emisi yang dihasilkan dapat memenuhi Baku Mutu Emisi. “Selain Korea Selatan, beberapa negara telah menerapkan teknologi ini, salah satunya adalah Jepang,” jelas Wanhar. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

11 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

12 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

12 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

13 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

13 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

16 hours ago