Saat ini, kata dia, Indonesia masih memiliki catatan neraca barang dan jasa yang mengalami defisit. Berbeda dengan negara-negara tetangganya seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan beberapa negara lainnya di Asean yang mengalami surplus.
Melihat kondisi tersebut, tentu pemerintah dan Bank Sentral harus berupaya menjaga peningkatan ekspor yang berkesinambungan, di sisi lain pemerintah juga harus terus berupaya menekan nilai impor yang saat ini masih tinggi.
Sementara jika penguatan rupiah terus berlanjut, maka barang-barang impor akan semakin murah, dengan demikian akan mengurangi daya saing industri yang berorientasi ekspor Indonesia.
(Baca juga : Penguatan Rupiah Dipicu Oleh 3 Faktor Ini)
“Jadi karena suatu negara yang ekspor impor barang dan jasa defisit, harus menguatkan ekspor dan mengendalikan impor. Kurs itu tools untuk menyeimbangkan defisit supaya tidak terlalu besar,” ucapnya.
Penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini, disebabkan oleh beberapa sentimen positif salah satunya adanya program tax amnesty yang direspon positif oleh para pengusaha dan wajib pajak perorangan. Saat ini, pergerakan rupiah masih berada pada level dibawah Rp13.000 per US$. (*)
Page: 1 2
Poin Penting Tri Pakarta merelokasi Kantor Cabang Pondok Indah ke Ruko Botany Hills, Fatmawati City,… Read More
Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menghadirkan Livin’ Fest… Read More
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More