Jakarta – Bank Indonesia (BI) meyakini dengan mendorong pengembangan ekonomi syariah, maka nantinya akan mendongkrak peningkatan pangsa pasar di keuangan syariah khususnya pada perbankan syariah yang saat ini pangsa pasarnya baru mencapai 5,3 persen terhadap seluruh aset industri perbankan nasional.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam seminar ekonomi syariah bertema Masa Depan Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia, Jakarta, Rabu, 22 November 2017. Menurutnya, dengan terlebih dahulu mendorong ekonomi syariah, maka akan meningkatkan permintaan pembiayaan di perbankan syariah.
“Pengembangan ekonomi syariah akan dorong percepatan industri keuangan syariah termasuk perbankan. Sejak tahun 90 kita sudah kembangkan keuangan syariah dengan perbanyak dan perbesar banknya. Tapi jangan perbesar bus-busnya saja, kita lupa untuk ciptakan penumpangnya,” ujarnya.
Sebagai informasi pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, seperti Malaysia 23,8 persen, Arab Saudi 51,1 persen, dan Uni Emirat Arab 19,6 persen. BI berkeinginan agar pangsa pasar perbankan syariah dapat mencapai double digit.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dengan mengembangkan ekonomi syariah khususnya pada industri halal yang memiliki potensi besar di Indonesia, diyakini akan ikut menopang di berbagai sektor. Hal ini sejalan dengan potensi volume industri halal global yang diperkirakan dapat mencapai US$6,38 triliun pada tahun 2021 mendatang.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki potensi yang besar dalam industri halal global. Namun, potensi yang besar tersebut sampai saat ini masih belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia masih menjadi importir produk industri makanan halal terbesar ke-4 di dunia, dan menjadi pasar yang besar bagi produk wisata, industri obat dan kosmetik halal, serta fashion syariah global.
“Pengembangan ekonomi syariah akan meningkatkan kesejahteraan. Bayangkan saja kalo kita secara leluasa produksi meat (daging) ayam dan sapi, lalu fashion halal, berapa banyak petani UMKM yang tumbuh kegiatan ekonominya, pendapatan, dan kesempatan kerja, ini akan meningkat dan bisa mengurangi impor barang-barang halal,” ucapnya.
Masih tingginya kegiatan impor barang-barang terkait dengan industri halal, tentu Indonesia tidak ingin terus menjadi negara pengimpor produk halal, karena akan memperlebar defisit transaksi berjalan dan menekan posisi neraca pembayaran Indonesia. Derasnya produk halal impor akan mengancam kemandirian dan ketahanan perekonomian nasional.
“Di negara-negara yang sudah kembangkan syariah itu ada strong political will. Visi dan Misi nya jelas. Ini harus dicanangkan strategi nasional, ada badan yang kembangkan ekonomi syariah seperti di Malaysia. Harus fokus pada daya saing negara yang bersangkutan. Strategi tidak hanya kebijakan regulasi tapi juga perubahan paradigma masyarakat,” tutupnya. (*)
Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar bisa menghindari middle income trap.… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More
Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More
Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (22/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More