News Update

Pengamat: Relaksasi LFR Dorong Stimulus Kredit Perbankan

Jakarta – Ketentuan Financing to Funding Ratio (FFR) atau Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIMP) sebagai penyempurnaan dari kebijakan loan to Funding Ratio (LFR) yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) dianggap akan memberi stimulus bagi perbankan yang kesulitan menyalurkan kredit secara konvensional.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede usai Pertemuan Tahunan BI, di Jakarta, Selasa malam, 28 November 2017. Menurutnya langkah relaksasi LFR yang dilakukan Bank Sentra tersebut akan menjadi salah satu alternatif bagi industri perbankan dalam menyalurkan kreditnya.

Dengan relaksasi LFR menjadi FFR ini, perbankan didorong untuk meningkatkan fungsi intermediasi pembiayaan ke sektor infrastruktur, selain penyaluran kredit. BI berencana menambah komponen perhitungan pembiayaan perbankan dengan pembelian obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Floating Rate Notes (FRN).

“Ini menjadi salah satu alternatif mendorong pendalaman pasar ya dan juga memberikan stimulus karena penyaluran kredit kan agak lambat jadi saya pikir ini menjadi salah satu alternatif perbankan dalam penyaluran kredit yang saat ini sulit menyalurkan  kredit konvensional,” ujarnya.

Lebih lanjut dirinya menilai, bahwa BI perlu untuk segera mengeluarkan kebijakan tersebut, mengingat pertumbuhan kredit saat ini berjalan sangat lambat. Per Oktober 2017 saja, berdasarkan data OJK menyebutkan, kredit perbankan baru tumbuh sebesar 8,18 persen.

“Sekarang bagaimana kita mendorong, menstimulasi kredit yang per oktober masih 8persen, jadi masih sangat lambat. Semestinya awal tahun depan ya (keluar), BI sedang merumuskan detailnya PBI nya, diharapkan tahun depan rampung,” ucapnya.

Dalam perumusan PBI tersebut, dirinya menilai, perlu ada kategori-kategori dari obligasi korporasi yang menjadi financing perbankan, misalnya saja obligasi korporasi dari BUMN atau korporasi terkait infrastruktur.

“Mungkin perlu ada regulasinya jadi beberapa korporasi atau rating apa saja yang bisa dikategorikan sebagai financing dari perbankan, BUMN kah atau terkait infrastruktur dan sebagainya. Jadi harus ada kategori-kategori yang diregulasi BI supaya financing perbankan benar-benar mondorong procurement secara nasional,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

4 mins ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

19 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

19 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

20 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

21 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

21 hours ago