Moneter dan Fiskal

Penerimaan Bea dan Cukai Tak Capai Target, Menkeu Beberkan Penyebabnya

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan kapabeanan dan cukai di tahun 2023 tak mencapai target. Realisasi tersebut hanya sebesar Rp286,2 triliun, atau 95,4 persen dari target APBN.

“Meskipun bea dan cukai tidak mencapai 100 persen, yaitu 95,4 dari target atau Rp286,2 triliun. Bea cukai mengalami koreksi dari pertumbuhan positif 2 tahun berturut-turut 26,4 persen dan 18 persen tahun ini negative 9,9 persen,” ungkap Sri Mulyani dalam APBN KiTa, Selasa 2 Januari 2024.

Menkeu menjelaskan sejumlah faktor yang menyebabkan penerimaan bea dan cukai tidak mencapai target, yakni penerimaan cukai yang mengalami penurunan. Kemenkeu mencatat penerimaan cukai dari awal tahun hingga akhir Desember sebesar Rp221,8 triliun.

Baca juga: APBN 2023 Alami Defisit Rp347,6 Triliun, Lebih Kecil dari Desain Awal

Penurunan penerimaan cukai tersebut, disebabkan oleh menurunnya produksi rokok. Adapun, produsen golongan 1 atau produsen rokok raksasa menurun dari jumlah produksi sebesar 14 persen. Sementara produsen golongan 2 dan 3 naik masing-masing 11,6 persen dan 28,2 persen

“Ini berarti komposisi dari cukai hasil tembakau mengalami pergeseran dari yang tadinya golongan 1 sekarang pindah golongan 2 dan golongan 3 yang cukainya naiknya tidak terlalu tinggi. Ini yang harus kita waspadai,” jelasnya.

Lebih lanjut, secara keseluruhan produksi rokok turun 1,8 persen. Namun, kata Sri Mulyani, penurunan ini merupakan hal yang diharapkan oleh pemerintah untuk mengendalikan barang yang konsumsinya diawasi.

Baca juga: Penerimaan Pajak Negara Capai Rp1.869,2 T, Setoran PPh Migas Alami Kontraksi

Selanjutnya, untuk bea masuk tercatat sebesar Rp50,8 triliun. Tercatat, penerimaan bea masuk tidak setinggi tahun sebelumnya disebabkan oleh penurunan nilai impor sebesar 6,8 persen. 

Selain itu, bea keluar sebesar Rp13,5 triliun. Turunnya bea keluar disebabkan oleh penurunan harga CPO di tengah upaya pemerintah melakukan hilirisasi produk mineral yang berdampak pada penurunan volume ekspor dan tarif pihak luar produk mineral.

“Karena rata-rata CPO turun 34,1 persen secara tahunan meskipun volume ekspor kelapa sawit masih tumbuh 3 persen secara tahunan,” ungkapnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

7 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

9 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

9 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

11 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

16 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

18 hours ago