Ekonomi dan Bisnis

Penerapan Pajak E-commerce Beri Kepastian Pelaku Usaha

Jakarta – Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo menilai, adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.10/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce) memberikan kepastian bagi para pelaku usaha.

“Terbitnya PMK ini sudah cukup lama ditunggu untuk memberi kepastian bagi para pelaku usaha dan fiskus di lapangan,” ujar Yustinus dalam keterangannya di Jakarta, Senin 14 Januari 2019.

Dia mengungkapkan, secara substansi penerbitan PMK ini cukup moderat. Pasalnya aturan yang diterbitkan pada 31 Desember 2018 lalu ini lebih fokus pada pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat umum, dan menekankan registrasi sebagai wajib pajak bagi para pedagang.

“Tak ada jenis pajak baru, sehingga kewajiban yang ada terkait Pajak Penghasilan (PPh), PPh Final PP 23, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi yang memenuhi syarat,” ucapnya.

Kunci keberhasilan PMK ini, lanjut dia, salah satunya ada pada pemilik platform marketplace yang akan menjadi tulang punggung kepastian pedagang dalam memiliki NPWP sebelum mendaftar di sebuah platform. Untuk itu sosialisasi, koordinasi, dan pengawasan harus betul-betul bagus.

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 3 ayat 3 dan 5 PMK, mewajibkan pemilik platform menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) meski termasuk pengusaha kecil. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan di Undang-Undang (UU) PPN.

“Meski dapat dipahami pewajiban ini dimaksudkan untuk memastikan capturing potensi pajak terlaksana dg lebih baik. Maka perlu sosialisasi dan jalan tengah, termasuk konsekuensi penalti yang akan ditanggung pemilik platform apabila lalai melaksanakan kewajiban,” paparnya.

Sementara itu, kewajiban pemilik platform menyerahkan laporan rekapitulasi transaksi pedagang juga akan menambah beban administrasi, maka jika biaya administrasi tinggi. Karenanya Yustinus menyarankan ada kompensasi atau fasilitas yang memudahkan pelaporan tersebut.

Pekerjaan rumah lainnya adalah pengaturan pengguna digital seperti selebgram/youtubers yang sifatnya self-entrepreneurship dan kewajibannya dilaksanakan secara self assessment, karena pemilik platform belum dapat ditetapkan sebagai subyek pajak dalam negeri.

“Sosialisasi dan edukasi harus dioptimalkan sejak sekarang sampai April, agar diperoleh pemahaman yang baik, tidak menimbulkan gejolak, tidak kontradiktif karena distorsi informasi. Sekaligus penyiapan perangkat administrasi untuk registrasi dan pelaporan,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

7 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

7 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

9 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

9 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

10 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

11 hours ago