Internasional

Pemimpin G7 Ingatkan Ketidakpastian Global Akibat Krisis Utang AS

Jakarta – Para pemimpin keuangan negara-negara kaya yang tergabung dalam Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) memperingatkan tentang meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.

“Perekonomian global telah menunjukkan ketahanan terhadap berbagai guncangan, termasuk pandemi COVID-19, perang agresi Rusia melawan Ukraina, dan tekanan inflasi terkait,” kata para pemimpin saat menutup pertemuan yang berlangsung selama tiga hari pada Sabtu (13/5), dinukil VOA Indonesia, Minggu (14/5/2023)

Pertemuan yang berlangsung di Niigata, Jepang itu berlangsung karena kekhawatiran atas gagal bayar AS memicu ketidakpastian atas prospek global, yang suram akibat inflasi yang sangat tinggi dan kegagalan bank AS.

“Kita harus tetap waspada dan tetap gesit dan fleksibel dalam kebijakan ekonomi makro kita di tengah meningkatnya ketidakpastian tentang prospek ekonomi global,” tambah pernyataan para pemimpin.

Namun, pertemuan tersebut tidak menyebut kebuntuan pembicaraan mengenai pagu utang Pemerintah AS yang melanda pasar saat biaya pinjaman meningkat akibat pengetatan moneter secara agresif oleh bank sentral di AS dan di negara-negara Eropa.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen sendiri akan bertemu dengan para bankir senior Wall Street pada pekan depan mengenai kemungkinan akan gagal membayar utang untuk pertama kali sejak 1789.

“Jelas, tekanan di ekonomi terbesar dunia itu akan berdampak negatif bagi semua orang,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass, kepada Reuters di sela pertemuan G7 pada hari yang sama.

“Dampaknya akan buruk jika tidak segera diselesaikan,” ucapnya.

Para bank sentral G7 memperingatkan bahwa inflasi masih akan tetap “tinggi” dan menekankan komitmen terhadap stabilitas harga serta menjaga agar ekspektasi inflasi berlabuh dengan baik.

Selain itu, para pemimpin keuangan G7 menetapkan akhir tahun sebagai tenggat peluncuran skema baru untuk mendiversifikasi rantai pasokan global.

Berdasarkan skema itu nanti, G7 menawarkan bantuan kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah sehingga mereka dapat memainkan peran yang lebih besar dalam rantai pasokan untuk produk-produk terkait energi, seperti dengan memurnikan mineral dan memproses peralatan manufaktur.(*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

58 mins ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

1 hour ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

3 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

3 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

5 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

5 hours ago