Pemimpin di Level Apapun Harus Punya Visi

Oleh : Awaldi Direktur Operasional Bank Muamalat Indonesia,pengamat pengelolaan SDM

KABINET Indonesia Maju terbentuk dengan satu pesan utama dari Presiden Jokowi, “masing-masing kementrian tidak boleh punya visi”.

Presiden Jokowi menegaskan pendapatnya beberapa kali. Dalam sidang paripurna terakhir kabinet sebelumnya, tanggal 3 Oktober, Jokowi juga mengingatkan; “di awal pembentukan kabinet kerja saya menyampaikan bahwa tidak ada visi-misi menteri, yang ada adalah visi-misi presiden dan wakil presiden, agar semuanya kita betul-betul berada dalam satu visi, satu tujuan, dan satu jalur”.

Pada sidang paripurna yang pertama Kabinet Indonesia Maju pada 24 Oktober yang lalu Presiden menekankan kembali, “saya ingin menyampaikan beberapa hal yang harus kita ketahui bersama terutama yang akan kita kerjakan, kerja-kerja besar yang akan kita lakukan dalam 5 tahun ke depan. Perlu saya ulang bahwa tidak ada visi-misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden dan wapres”.

Dari satu sisi permintaan Presiden ini dapat dipahami. Tentu Visi Presiden atau Visi Keindonesiaan cuma satu, yakni visi misi yang dibuat dan ditetapkan oleh Presiden dan Wakil Presidennya. Visi Keindonesiaan ini bukan hanya untuk kabinet baru Indonesia Maju, tetapi untuk seluruh Indonesia, untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam konteks di atas bisa dipahami bahwa Visi Keindonesiaan tentu hanya satu, datang dari Presiden Jokowi. Tidak ada lagi visi dengan level yang sama (tentang keindonesian) datang dari tempat lain, termasuk menteri menterinya.

Dalam pemahaman saya tidak berarti menteri-menteri tidak boleh punya visi. Tidak berarti posisi leadership di bawah lembaga kepresidenan tidak boleh memiliki visi. Posisi leadership yang lebih rendah boleh punya visi sepanjang visi itu terkait dengan wilayah supervisory-nya, dan mendukung tercapainya visi Presiden.

Sama dengan sebuah perusahaan. CEO punya visi, yaitu visi yang menjawab untuk apa perusahaan itu berada, apa gunanya bagi nasabahnya, apa gunanya bagi masyarakat. Itu namanya Visi CEO, atau Visi Perusahaan.

Tidak berarti posisi dibawah CEO tidak boleh punya visi. Sebagai contoh COO (Chief Operating Offiver) atau Direktur Operation harus juga punya visi, sepanjang itu berkaitan dengan wilayah direktorat operation dan tidak bersebrangan dengan Visi CEO nya.

Tanpa visi, pemimpin di level apapun tidak akan efektif dan tidak akan dapat memberikan manfaat yang significant untuk stake holdernya, baik internal maupun eksternal.

Setiap pemimpin harus bisa menjawab untuk apa Divisinya dibuat? Kenapa Divisi itu didirikan? Jawaban atas pertanyaan esensial yang dimulai dengan kata “why” dalam Bahasa Inggeris atau kata “kenapa” dalam bahasa kita, adalah jawaban menusuk dan menohok yang akan membuat semua leader di berbagai level akan mempunyai pemahaman mendalam dan mempunyai passion yang cukup untuk menyelesaikan tugas tugasnya.

Jawaban atas pertanyaan “why” adalah visi, yang dilihat oleh leader sebagai tujuan mulia yang ingin dicapai oleh perusahaan atau divisi tertentu. Visi yang akan menuntun pemimpin suatu divisi mengerti atas makna dan tujuan hakiki dari unit tersebut. Visi yang dikelola dengan baik akan memberikan soul dan semangat bagi para pengikutnya untuk melaksakan instruksi dan petunjuk pimpinan.

Visi dari namanya adalah penglihatan yang hanya dimiliki oleh seorang leader, yang membernya tidak bisa melihat. Kempuan visioner-lah yang membedakan pemimpin dengan pengikutnya. Karena dia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh kebanyakan orang. Sesuatu yang dilihat berupa cahaya, yang mulia, yang mencerahkan, yang wow, yang melebihi batas-batas fisikal, sehingga memberikan inspirasi bagi kebanyakan orang untuk mencapainya.

Ibarat berada dalam goa yang gelap, seorang pemimpin yang memiliki kemampuan lebih tinggi mampu melihat cahaya diujung goa yang jauh. Cahaya yang berarti kehidupan baru, kehidupan yang lebih baik, situasi dambaan.

Pemimpin menggerakkan anggotanya untuk mencapai visi itu, yang dengan sepenuh hati akan berusaha mencapainya karena terinspirasi akan kondisi baru yang jauh lebih memikat.

Sebuah perusahaan atau contoh yang paling dekat sebuah bank seyogya tidak hanya punya visi berupa angka angka, dan hanya untuk kepentingan perusahaannya sendiri. Itu visi yang tidak inspiratif dan tentu kurang menggerakkan. Visi bank yang menyatakan bahwa di tahun tertentu akan memiliki asset sekian banyak dan ranking kesekiaan di antara bank-bank lain, adalah berbau egois dan kurang inspiratif bagi karyawan untuk mencapainya. Karena karyawan akan j8mempertanyakan, kalau visi itu tercapai so what? Visi itu kurang luas dan esensial.
Visi suatu bank contohnya harus bisa menjawab kenapa bank itu harus berdiri. Visi yang unik dan inspiratif.

Visi yang menyentak otak kanan karyawan dan stake holdernya. Visi yang membuat karyawannya semakin loyal, dan nasabahnya juga akan tetap bersama di masa-masa sulit. Visi yang lebih dari sekedar duit dan profit bagi perusahaan.
Contoh Apple pada waktu pertama didirikan punya visi “PC untuk semua masyarakat”; bayangin bahwa statement ini dibuat pada saat orang biasa tidak mampu memiliki personal computer di rumahnya. Komputer pada waktu itu hanya mampu dipergunakan oleh perusahaan. Visi yang inspiratif dan menggerakkan.

Suatu Bank contoh visinya adalah membangun kehidupan ekonomi yang berbudaya; melepaskan masyarakat dari jeratan rentenir; akses masyarakat kecil terhadap lembaga keuangan; membangun negara yang kuat dan merdeka.

Itu beberapa contoh visi bank, yang lebih dari sekedar visi dari jumlah asset, jumlah profit, keuntungan perusahaan, dll. Visi harus memiliki greater cause, yang menggerakkan, yang inspiratif.

Pemimpin di level apapun harus punya visi, sesuai dengan porsinya. Setiap pemimpin harus bisa menjawab kenapa dia perlu sebagai pemimpin, kenapa divisi nya harus ada, nilai nilai jangka panjang apa yang akan dinikmati oleh stakeholder dengan kehadiran dirinya maupun kehadiran divisinya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu adalah visi misi sebuah unit.
Pemimpin yang hanya mengerjakan program kerja yang sudah digariskan oleh atasannya adalah pimpinan yang tidak inspiratif. Pemimpin seperti itu kurang mempunyai nilai guna, tidak akan efektif dalam menyelesaikan programnya, karyawannya hanya akan bekerja asal-asalan, dan nasabah dan stakeholdernya tidak akan puas dengan hasil kerja perusahaan atau divisi itu.

Karenanya pemimpin di semua level haruslah memiliki visi. Itulah pemimpin inspiratif. (*)

Dwitya Putra

View Comments

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

2 hours ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

3 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

3 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

4 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

5 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

5 hours ago