Jakarta–Kewajiban pelaporan transaksi kartu kredit yang mulai diberlakukan Mei ini dikhawatirkan menimbulkan dampak terhadap bisnis kartu kredit. Namun Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro meyakini kebijakan tersebut sudah benar.
Kebijakan tersebut diambil untuk mengetahui aset para pembayar pajak sesungguhnya. Pasalnya Kementerian Keuangan tidak dapat mengakses langsung data rekening nasabah bank.
“Gini, itu bukan karena kesalahan itu, karena kita itu enggak pernah punya akses terhadap perbankan, jadi satu-satunya cara untuk kita mengetahui aset seseorang untuk membayar pajak adalah dari bank. Karena kita enggak dapat itu, ya kita hanya melihat dari sisi belanjanya mereka. Jadi ini merupakan suatu yang wajar,” kata Bambang usai Pembukaan 41st Annual Meeting IDB Group di Jakarta Convention Center, Selasa, 18 Mei 2016 malam.
Ia meyakini jika terjadi penurunan transaksi kartu kredit hanya akan terjadi secara temporer. Pasalnya masyarakat akan tetap menyukai kemudahan-kemudahan bertransaksi dengan kartu kredit dibanding dengan uang tunai.
“Dan satu lagi kan berarti kalau selama ini mereka melakukan transaksi dengan kartu kredit tidak benar misalkan hal-hal yang mereka takut declare yang sebenarnya itu di atas kemampuan mereka, dan di atas income yang mereka lakukan ke pajak,” tukas Bambang.
Ia menegaskan Kementerian Keuangan tidak akan melakukan revisi atas peraturan tersebut. “Kenapa harus revisi, enggak ada yang salah dengan aturan itu, kita enggak melanggar aturan dan kita enggak melanggar undang-undang,” tutup Bambang.
Seperti diketahui, berkenaan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan, penerbit kertu kredit wajib melaporkan data detail transaksi kartu kredit nasabah. Aturan tersebut berlaku sejak ditetapkan pada 22 Maret 2016.
Adapun aturan tersebut mewajibkan bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit melaporkan data dari nasabah yang bersumber dari billing statement atau tagihan. Di antaranya meliputi nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian dan nilai transaksi dan pagu kredit.
Penyampaian ini, pertama kali paling lambat 31 Mei 2016 baik secara elektronik (online) maupun langsung. Selanjutnya, data transaksi kartu kredit nasabah wajib diserahkan setiap akhir bulan.
Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaraan di tanah air mencatat ada 23 penerbit kartu kredit, antara lain Bank ANZ Indonesia, Bank Bukopin, ICB Bumiputera (kini menjadi Bank MNC Internasional atau MNC Bank), BCA, Bank Danamon, ICBC Indonesia, Maybank Indonesia, Bank Mandiri, Bank Mega, BNI, PaninBank, BRI, PermataBank, Citibank, HSBC, Bank OCBC NISP, Standarc Chartered Bank, Bank UOB Indonesia, BNI Syariah, Bank Sinarmas, Bank QNB Kesawan dan AEON Credit Services.
Adapun jumlah kartu kredit yang beredar di masyarakat tercatat sudah sebanyak 16.878.261 keping per Januari 2016. Dari sisi transaksi mencapai 23.995.879 kali, dengan nominal sebesar Rp22,92 triliun selama bulan Januari lalu. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More