Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan penempatan dana Pemerintah di perbankan besar (bank jangkar) guna memperkuat restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19 bukan untuk menjaga likuiditas. Menurutnya kebijakan ini juga tidak menggugurkan kewajiban Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI) dalam menjaga likuiditas perbankan.
Dirinya juga menyampaikan, Pemerintah sendiri telah menyiapkan penempatan dana sebesar Rp87,59 triliun untuk perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit UMKM dan memberikan penjaminan untuk menjamin kredit modal kerja baru bagi UMKM sebesar Rp1 triliun.
“Saya tekankan disini, penempatan dana bukan merupakan penyangga untuk membantu likuiditas bank, karena itu tugas BI. Tugas pengawasan bank tetap di OJK tugas untk mengatur dan menjaga likuiditas perbankan,” jelas Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Senin 18 Mei 2020.
Sri Mulyani mengatakan bahwa penempatan dana ini tidak dilakukan secara sembarangan. Bahkan untuk pemilihan bank peserta atau bank jangkar maupun bank pelaksana itu merupakan kriteria bank yang sehat dan harus berdasarkan penilaian OJK.
“Untuk mengajukan penempatan dana, bank pelaksana menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta (bank jangkar) berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, kondisi likuiditas dan posisi kepemilikan surat berharga,” ungkapnya.
Selain itu, manajemen dan pemegang saham pengendali juga dikatakan akan menjadi pemberi jaminan tentang kebenaran atau akurasi dari proposal penempatan dana yang diberikan.
Bank peserta juga melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, dan dapat menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk melakukan penelitian tersebut, termasuk verifikasi jaminan, administrasi jaminan, penagihan dan collection dalam hal terjadi kredit macet.
“Berdasarkan penelitan proposal tersebut apabila disetujui, bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kemenkeu meminta hasil penelitian OJK mengenai status kesehatan bank pelaksana, jumlah surat berharga yang belum direpokan dan data restrukturisasi bank pelaksana yang telah dilakukan,” sambungnya.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa keputusan Kemenkeu untuk menempatkan dana kepada bank peserta itu berdasarkan hasil penelitian OJK dan proposal dari bank peserta yang memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 23/2020 Pasal 11 (4).
Kemudian bank peserta atau SPV yang ditunjuk oleh bank peserta melakukan penyaluran dana kepada bank pelaksana sesuai dengan proposal yang disetujui. Bank pelaksana menggunakan dana dari bank peserta untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit atau pembiayaan dan pemberian modal kerja. Tak hanya itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menjamin dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta.
Perlu diketahui bahwa dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta. BPKP, OJK dan LPS juga melakukan pengawasan terhadap bank peserta dan bank pelaksana. Pemerintah pada saat ini sedang menyusun detil program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan peraturan-peraturan teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 23/2020. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More