Nasional

Pemerintah Perlu Mendorong Transisi EBT untuk Capai Ekonomi 8 Persen

Jakarta – Indonesia perlu menggantikan sumber energi fosil dengan mengembangkan energi terbarukan (EBT) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ditargetkan pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal dalam acara diskusi media bertajuk “Energi Baru dan Terbarukan: Pendorong atau Penghambat Pertumbuhan Ekonomi” di kantor CORE Indonesia, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.

Menurutnya, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan pemerintah dibutuhkan akselerasi industrialisasi. Kondisinya saat ini, keberlangsungan industrialisasi masih bergantung pada energi sebagai penggeraknya. Di sisi lain, sumber energi fosil kini semakin terkikis stoknya.

“Kalau kita mau mempercepat ekonomi, industrialisasi, konsekuensinya kita butuh energi. Nggak mungkin ada industrialisasi tanpa tambahan energi. Sementara bauran energi sekarang dominan yang tidak terbarukan ya. Batu bara, minyak bumi dan gas alam,” tambahnya.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya, tercatat cadangan sumber energi batu bara mencapai 30,21 miliar ton di 2023. Kemudian, cadangan minyak bumi 4,7 miliar barel dan gas alam 54,76 triliun SCF. Dari data tersebut, CORE mencoba memproyeksikan sisa cadangan energi fosil dengan tiga motode perhitungan.

Pertama, kata Faisal, dengan metode konservatif, CORE memproyeksikan batu bara akan habis dalam 28 tahun ke depan. Sedangkan minyak bumi akan habis dalam 21 tahun dan gas alam habis dalam 19 tahun.

Apabila menggunakan skenario moderat, sisa cadangan bahan bakar fosil akan habis dengan lebih cepat seperti batu bara 21 tahun, gas alam 13 tahun, dan minyak bumi 14 tahun.

Baca juga: SMI Salurkan Pembiayaan USD23,3 Juta untuk Proyek Energi Bersih di Batam
Baca juga: PLN Gandeng Startup Kembangkan Energi Hijau dan Ekosistem EV

Sementara jika menggunakan skenario agresif, bahan bakar fosil batu bara, minyak bumu, dan gas alam akan habis sebelum 16 tahun.

“Berarti kalau kita kaitakan dengan 2024 (Indonesia Emas), kita mesti mikir nih, energi fosil yang akan abis. Kalau kita sudah kehabisan energi, kehabisan bensin sebelum sampai 2045,” jelas Faisal.

Sayangnya, menurut Faisal, transisi energi menuju EBT saat ini bisa dibilang lambat. Dalam kurun waktu 2021 hingga 2023, transisi EBT masih di bawah 20 persen. Jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Tahun ini, pemerintah menargetkan bauran energi nasional mencapai 19,49 persen dan optimis akan mencapai 23 persen pada 2025.

“Dari 2021 sampai 2023, masih berada di kisaran 12 koma dan 13 koma. Jadi nggak banyak naiknya. Kalau dikaitkan dengan target, jauh banget dari target. Artinya, EBT perlu dipercepat kalau kita mau mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Nah, ini lebih jauh lagi kalau kita hubungkan sama target pertumbuhan di 2030,” jelasnya.

Tak ayal, lanjut Faisal, Indonesia saat ini tertinggal dari negara peers seperti Malaysia, India, Vietnam, dan Filipina dalam pemanfaatan EBT. Padahal, cadangan sumber fosil Indonesia jauh lebih besar dibanding negara-negara tersebut.  Untuk itu, Faisal menilai, pentingnya Indonesia dalam mengembangkan EBT. Ini sangat penting untuk mencapai target ekonomi pemerintah.

“Jadi kalau kita mikirkan masa depan, dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi negara maju, pasti kita mikirin ini (EBT),” tambahnya.

Tantangan Pengembangan EBT

Faisal mengakui, salah satu tantangan besar pengembangan EBT adalah modal awal yang cukup besar. Kendala tersebut bisa teratasi jika pemerintah bisa menghadirkan inovasi pembiayaan para pelaku industri dalam mengembangkan EBT.

“Butuh biaya awal yang mahal memang, tapi seiring sejalan dengan waktu peningkatan teknologi dan sebagainya, EBT itu makin lama makin murah. Ini perlu dijembatani dengan inovasi pembiayaan,” pungkasnya.

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

3 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

3 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

4 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

6 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

6 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

7 hours ago