Jakarta – Pemerintah tengah berencana mengeluarkan Perppu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk reformasi sistem keuangan guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Ekonom Centre of Reform on Economics (Core) Akhmad Akbar menilai, di tengah pandemi Covid 19 seperti sekarang ini, lebih baik pemerintah fokus kepada sektor riil ketimbang melakukan reformasi sektor keuangan. Menurutnya, resesi ekonomi yg dihadapi Indonesia sekarang ini berbeda dengan resesi ekonomi yang pernah terjadi pada tahun 1997-1998 dimana krisis terjadi di sektor keuangan.
“Jangan sampai kita terlena seolah-olah kita pindah ke isu lain yang justru sebnearnya bukan jawaban atas masalah yg kita hadapi,” ujarnya dalam webminar melalui aplikasi Zoom, 30 Agustus 2020.
Terkait rencana pemerintah menerbitkan Perppu untuk merombak struktur kelembagaan KSSK menurutnya, hal itu bukan sesuatu yang menunjukkan urgent untuk dilakukan dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi covid 19. “Tidak ada jaminan bahwa ketika kita melakukan perubahan kelembagaan BI, OJK atau LPS dengan menggunakan Perppu akan membuat situasi jadi lebih bagus,” ujarnya.
Selain itu, Akhmad Akbar juga menyakini dengan regulasi yang ada sekarang pun sebenarnya masih mungkin dilakukan perbaikan kinerja. Baik kinerja BI, kinerja OJK, kinerja LPS dan Kinerja pemerintah secara umum untuk bisa menanggulangi krisis akibat dari pandemi covid 19.
Sependapat dengan hal tersebut, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mengatakan permasalahan ekonomi sekarang ini lantaran sektor rill yang tidak jalan. Meskipun dirinya mengakui pemerintah sudah melakukan berbagai upaya seperti pemberian bunga kredit 3% bahkan kredit dijamin hingga 80% oleh pemerintah.
Namun kenyataannya dilapangan hal itu belum bisa meningkatkan pertumbuhan kredit lantaran demandnya yang tidak ada. Aviliani mengatakan per Agustus baru 25% yang terserap dari Rp692 triliun dana PEN yang digulirkan pemerintah. “Jadi percuma aja kalau sektor keuangannya dirubah kayak apa tapi sektor riil nya nggak ada, pasti perbankan pun juga nggak akan kasih kredit,” jelasnya.
Kemudian, kata Aviliani, yang harus menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana peran pemerintah untuk meningkatkan demand dengan menambah dana BLT dan bansos untuk masyarakat menengah ke bawah. “Jadi menurut saya kali ini concernmya adalah bagaimana demand itu dinaikkan dari kelas bawah dan sebagian kelas tengah,” tukasnya. (*) Dicky F Maulana.
Editor: Rezkiana Np
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More