Moneter dan Fiskal

Pemerintah Kaji Ulang Aturan DHE SDA, Purbaya: Hasilnya Belum Betul-Betul Berdampak

Poin Penting

  • Pemerintah akan mengkaji ulang aturan DHE SDA karena dinilai belum berdampak signifikan pada cadangan devisa nasional.
  • Evaluasi kebijakan DHE akan melibatkan Bank Indonesia, sebagai otoritas pengelola moneter dan devisa.
  • Transaksi valas harian mencapai USD9–10 miliar, dengan konversi DHE ke rupiah oleh eksportir telah mencapai hampir 80%.

Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah berencana mengkaji ulang aturan terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA).

Menurutnya, kebijakan DHE tersebut belum menunjukkan dampak signifikan terhadap peningkatan cadangan devisa nasional.

“Aturan DHE akan ditinjau lagi. Saya enggak tahu direvisi atau enggak, kan saya enggak begitu detail. Tapi kelihatannya hasilnya belum betul-betul berdampak ke jumlah cadangan devisa kita,” ujar Purbaya kepada wartawan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 13 Oktober 2025.

Lebih lanjut, Purbaya menyebut bahwa evaluasi atas kebijakan DHE akan dilakukan bersama Bank Indonesia (BI), mengingat BI memiliki peran penting dalam pengelolaan kebijakan moneter dan cadangan devisa.

“Jadi BI mungkin akan dilihat lagi,” ungkapnya.

Baca juga: BI Gunakan Dana DHE SDA Tambah Suplai Valas, Ini Rinciannya

Sebelumnya, BI mencatat bahwa transaksi valuta asing (valas) harian kini mencapai USD9-10 miliar. Aktivitas ini terjadi di berbagai instrumen, mulai dari pasar spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), hingga transaksi FX today dan tomorrow.

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa lonjakan transaksi valas ini merupakan dampak dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 mengenai DHE SDA. Aturan tersebut mendorong eksportir mengonversi valas yang diterima menjadi rupiah.

“Jadi kalau kita lihat konversi rate-nya mereka itu sekarang sudah mencapai 79,9 persen. Jadi hampir 80 persen dari net ekspor ataupun dari ekspor yang mereka terima itu mereka konversikan ke rupiah,” kata Destry dalam RDG, dikutip, Kamis, 21 Agustus 2025.

Baca juga: Dukung Aturan DHE SDA, OJK Ingatkan Hal Ini ke Perbankan

Menurut Destry, mayoritas perusahaan eksportir, khususnya komoditas, memang membutuhkan rupiah dalam jumlah besar untuk biaya operasional di dalam negeri.

“Jadi beberapa perusahaan pertambangan sekitar 70-80 persen mereka memang butuh untuk konversi,” tambahnya. (*)

Irawati

Recent Posts

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

14 hours ago

Jadwal Operasional BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More

15 hours ago

Bank Jateng Setor Dividen Rp1,12 Triliun ke Pemprov dan 35 Kabupaten/Kota

Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More

16 hours ago

Pendapatan Tak Menentu? Ini Tips Mengatur Keuangan untuk Freelancer

Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More

17 hours ago

Libur Nataru Aman di Jalan, Simak Tips Berkendara Jauh dengan Kendaraan Pribadi

Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More

1 day ago

Muamalat DIN Dukung Momen Liburan Akhir Tahun 2025

Bank Muamalat memberikan layanan “Pusat Bantuan” Muamalat DIN. Selain untuk pembayaran, pembelian, atau transfer, nasabah… Read More

1 day ago