Jakarta–Rencana pembentukan Holding BUMN Migas masih marak diperbincangkan banyak kalangan pasca Menteri BUMN, Rini Soemarno mengindikasikan bakal adanya sinergi antara Pertagas dan PGN di media.
Pro dan kontra pun terlihat. Meskipun sejauh ini banyak pihak yang beragumen pembentukan Holding BUMN Migas belum tepat jika dilakukan dalam waktu dekat, salah satunya pihak Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE UGM).
Para peneliti PSE UGM berargumen bahwa pembentukan Holding BUMN Energi dinilai belum memiliki motivasi kuat untuk menyelesaikan carut marut permasalahan dan tantangan energi nasional serta terkesan terburu-buru.
“Rencana ini perlu disikapi dan dikaji lebih mendalam dari aspek korporasi, ekonomi, hukum, dan teknis. Apakah hal ini kedepan akan membawa sinergi dan tata kelola migas nasional yang lebih baik dan menjanjikan?,” kata Kepala Pusat Studi Energi UGM, Deendarlianto beberapa waktu lalu.
Deendarlianto menandaskan bahwa indikator ketahanan energi adalah terkait bagaimana mampu menyediakan energi yang kontinyu dari sumber-sumber energi dengan harga terjamin.
Restrukturisasi BUMN di bidang migas kata dia haruslah mampu mendorong konsep bauran energi di suatu negara, baik apakah negara tersebut sebagai producing country maupun konsumen.
Oleh sebab itu restrukturisasi BUMN menjadi suatu holding migas hendaknya mampu menuju pada availability, affordability, dan accessibility untuk minyak dan gas bagi Indonesia.
Beberapa model holding yang dikaji dalam penelitian ini adalah di antaranya dengan melihat model di beberapa negara, termasuk Temasek Holding (Singapore), Khazanah (Malaysia), dan Dubai Holding (UEA).
Perusahaan holding tersebut umumnya dibuat dengan semangat sinergi operasi dan atau capital.
“Dari telaah yang dilakukan, secara objektif, pendirian holding dapat ditoleransi sepanjang tidak berlawanan dengan konstitusi, menjamin pengelolaan atas cabang penting yang mencakup hajat hidup orang banyak (dalam hal ini energi), mampu mengakselerasi pembangunan infrastruktur, khususnya gas, dan merupakan upaya yang signifikan dalam menjamin ketahanan energi nasional,” jelas Deendarlianto.
Hal serupa juga ditandaskan oleh Pakar Energi UGM sekaligus anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran, yang menilai rencana pembentukan holding migas haruslah mendukung porsi bauran energi nasional.
Pemerintahpun diharapkan jangan terlalu terburu-buru dengan mempertimbangkan aspek konstitusi, model pengelolaan perusahaan induk-anak, dan mempertimbangkan komunikasi efektif antar-stakeholder dan pakar energi demi menjawab permasalahan energi nasional, khususnya migas.
“Jadi perlu dikaji ulang, sudahkah pemerintah memiliki roadmap yang jelas untuk Holding BUMN Sektor Migas secara khusus dan energi secara umum,” tambah Tumiran. (*) Dwitya Putra
Editor: Paulus Yoga
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More