Jakarta – Pakar Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria menilai, pembatasan mobilitas dari luar negeri adalah langkah yang tepat untuk mencegah penularan dari warga negara asing, terutama untuk mencegah masuknya varian baru atau strain baru virus Covid-19 asal Inggris yang menurut berbagai data ilmiah memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat.
“Itu salah satu langkah yang bagus untuk mencegah penularan dari WNA terutama Inggris, Eropa, dan Afrika Selatan yang diduga sudah beredar mutasi Covid-19 yang baru,” kata Bayu seperti dikutip dalam keterangan resminya di Jakarta, 1 Januari 2021.
Meski demikian, menurut Bayu, pembatasan mobilitas sendiri bisa dilakukan tanpa penutupan secara total. Ketentuan dalam adendum Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 yang berlaku sebelumnya diharapkan cukup menjadi skrining terhadap mereka yang berisiko menularkan. Dimana Pemerintah menutup sementara perjalanan warga negara asing ke Indonesia dari tanggal 1 hingga 14 Januari 2021.
Ketentuan ini sendiri mensyaratkan bahwa mereka yang tiba di Indonesia harus menunjukkan hasil negatif melalui tes RT–PCR di negara asal, yang berlaku maksimal 2×24 jam sebelum jam keberangkatan dan dilampirkan pada saat pemeriksaan kesehatan atau e-HAC (Indonesia Health Alert Card/Kartu Kewaspadaan Kesehatan Elektronik) Internasional Indonesia.
Di samping itu, pada saat kedatangan di Indonesia mereka wajib melakukan pemeriksaan ulang RT-PCR dan apabila menunjukkan hasil negatif, maka WNA melakukan karantina wajib selama lima hari terhitung sejak tanggal kedatangan. Setelah karantina lima hari, kemudian dilakukan pemeriksaan ulang RT-PCR dan apabila hasil negatif maka pengunjung diperkenankan meneruskan perjalanan.
“Tidak harus penutupan total, asal pembatasan dengan karantina 5 hari dan PCR di awal serta akhir,” ungkapnya.
Bentuk pembatasan seperti ini, terangnya, perlu dilakukan tidak hanya selama beberapa minggu, namun hingga seterusnya, setidaknya hingga tren kasus Covid-19 di negara-negara yang ia sebutkan mengalami penurunan.
Terkait strain baru virus Covid-19, Bayu menerangkan bahwa mutasi yang terjadi memang diduga menyebabkan peningkatan kemampuan transmisi, dan karenanya jika strain ini masuk ke Indonesia, maka diduga akan mampu meningkatkan penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Meski demikian, metode transmisi pada strain virus ini tetap sama seperti strain yang berkembang sebelumnya, sehingga cara penanganannya pun relatif sama. “Memang jadi lebih cepat lagi penyebarannya, namun karena pencegahannya sama, selama masyarakat tetap disiplin 3M maka akan aman,” kata Bayu.
Melihat jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang terbilang cukup tinggi dan potensi penyebaran yang semakin masif, ia berharap pemerintah memikirkan ulang sejumlah kebijakan seperti rencana pembukaan sekolah di semester mendatang.
“Tidak hanya karena mutasi, tapi memang sejumlah kebijakan perlu dipikirkan ulang karena kondisi yang sedang tinggi-tingginya,” imbuhnya.
Terlebih menjelang masa liburan akhir tahun, jika tidak ada langkah pencegahan yang cukup besar seperti PSBB di tingkat daerah atau pembatasan kerumunan, Bayu memperkirakan bahwa dalam 10 hingga 14 hari setelah liburan akan terlihat peningkatan kasus. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More