Ekonomi dan Bisnis

Pelonggaran LTV Tidak Mendorong Masyarakat Membeli Rumah

Jakarta – Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan menurunkan rasio Loan to Value (LTV) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Agustus 2016 lalu dianggap belum efektif. Pasalnya, penurunan uang muka (down payment/DP) tidak signifikan mendorong masyarakat untuk membeli rumah.

Sebagai informasi lewat pelonggaran rasio LTV KPR ini, BI menurunkan uang muka KPR untuk rumah pertama menjadi 15 persen dari sebelumnya sebesar 20 persen. Penurunan uang muka KPR tersebut tertuang dalam aturan baru Bank Indonesia yakni PBI No. 18/16/PBI/2016 tentang rasio LTV untuk kredit properti.

Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung mengatakan, meski BI telah melonggarkan kebijakan LTV dengan menurunkan besaran uang muka rumah, namun sejauh ini belum berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat untuk rumah. Menurutnya, dengan DP yang rendah, namun cicilan bulanan untuk rumah akan membengkak.

Oleh sebab itu, tegas dia, penurunan besaran uang muka rumah bukanlah langkah efektif untuk mendorong pertumbuhan pemilikan rumah. Di sisi lain, Bank Sentral maupun pemerintah juga dirasa perlu melakukan terobosan yang berani untuk menuntaskan angka kekurangan rumah (backlog) yang hampir mencapai 14 juta unit.

Dia menegaskan, bahwa kesulitan masyarakat dalam memiliki hunian bukan karena besaran uang muka, namun lebih kepada cicilan yang nantinya harus dibayarkan. Terlebih, saat ini, banyak anggapan bahwa generasi milenial cenderung enggan untuk membeli rumah dan lebih memilih traveling ketimbang untuk menyicil rumah.

“Saya lihatnya dua, DP itu masih mudah terselesaikan. Bahwa orang zaman sekarang masih mampu kok. Kita juga bisa jual sesuatu seperti motor, pasti jadi DP, tapi kalau cicilan itu enggak bisa,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018.

Dia mengungkapkan, pelonggaran kebijakan LTV dengan menurunkan besaran uang muka tidak bakal menyelesaikan permasalahan yang ada. “DPnya turun, seolah-olah bisa beli, tapi cicilannya kan jadi makin besar. Nambahin tenor juga tidak menambahkan daya beli. Kalau nambahin DP dari jumlah cicilan misalnya 10 persen, itu kenaikannya baru bisa double digit,” ucapnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Lawatan Perdana Prabowo, Menkomdigi Meutya Hafid: RI Siap Berperan di Kancah Global

Jakarta - Presiden RI Prabowo Subianto memulai lawatan kenegaraan perdana ke sejumlah negara, antara lain… Read More

15 mins ago

Usai 5 Bulan Uji Coba, Program Makan Bergizi Gratis GoTo Group Hadir di 13 Kota

Jakarta - PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) mendukung program pemerintah dalam menyediakan makanan bergizi… Read More

4 hours ago

Siap-siap! Menkop Budi Arie bakal Bikin Anggota Koperasi Melonjak Drastis

Jakarta – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi berkomitmen penuh untuk mendongkrak rasio kepesertaan masyarakat… Read More

5 hours ago

Penerimaan Pajak Capai Rp1.517,53 T, Tembus 76 Persen Target APBN per Oktober 2024

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mencatat penerimaan pajak hingga Oktober 2024 mencapai Rp1.517,53 triliun,… Read More

6 hours ago

Presiden Prabowo Memulai Lawatan Luar Negeri, Ini Negara-negara Tujuannya

Jakarta - Presiden RI Prabowo Subianto memulai kunjungan kerja luar negeri perdananya, dengan mengunjungi sejumlah negara… Read More

6 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Hijau ke Level 7.287

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, 8 November 2024, ditutup menguat di… Read More

6 hours ago