Ekonomi dan Bisnis

Pelaku Usaha Kecewa Pajak Hiburan Naik, Pengamat: Investasi Bakal Terdampak

Jakarta – Kenaikan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, menuai polemik. Sejumlah pelaku usaha pun menyatakan kecewa dengan aturan tersebut.

Kekecewaaan datang dari pengusaha spa yang tergabung dalam Wellness Healthcare Enterpreneur Association (WHEA) atas keputusan sepihak pemerintah yang menetapkan pajak barang jasa tertentu (PBJT) atas pajak jasa hiburan.

Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lourda mengaku bahwa pelaku usaha tidak pernah diajak berkomunikasi dan berdiskusi dengan pemerintah serta DPR atas terkait hal ini.

“Pemerintah tidak komunikasi dengan industri, kalau ada yang bilang sudah (terkoordinasi) itu bohong,” Lourda dalam Konferensi Pers, pada Kamis 18 Januari 2024.

Baca juga: Kenaikan Tarif Pajak Hiburan Hingga 75 Persen, Apa Urgensinya?

Lebih lanjut, Lourda mengatakan, pihaknya sudah menghadap ke DPR. Di mana, DPR mengaku sudah berbicara dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

“Kami sudah menghadap ke DPR, katanya DPR sudah bicara dengan kementerian terkait dalam hal ini pariwisata. Sampai detik ini sebegitu rajinnya kita mengetok pintu kepada Kemenparekraf enggak satu pun pintu dibukakan,” ungkap Lourda.

Direktur Eksekutof Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono menyatakan, kenaikan pajak hiburan ini akan berdampak kepada pelaku usaha maupun konsumennya. Sehingga, dapat menyebabkan permintaan atau demand dari objek hiburan menurun.

Oleh sebab itu, tentunya ini menimbulkan daya tarik akan investasi di sektor tersebut menurun.

“Pajak itu punya sifat distortif. Jadi, pajak dapat memengaruhi perilaku masyarakat yang terdampak, baik pengusaha maupun konsumennya. Ketika demand turun karena beban konsumen hiburan tertentu di atas, daya tarik investasi di sektor tersebut akan turun,” ujar Prianto saat dihubungi Infobanknews, Jumat 19 Januari 2024.

Baca juga: Luhut Minta Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen Ditunda, Ini Alasannya

Meski demikian, Prianto menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pemerintah pusat dan DPR melihat dua aspek sebagai alasan pembedaan tarif pajak hiburan, yakni hiburan tertentu merupakan kemewahan dan konsumsi masyarakat atas hiburan mewah di atas perlu dikendalikan.

“Ketika ada pengendalian yang dijadikan rujukan dari sebuah kebijakan pajak, biasanya pengendalian tersebut berkaitan dengan dampak negatifnya,” jelasnya. (*)

Irawati

Recent Posts

Menimbang Prospek Superbank Masuk Bursa

Oleh Paul Sutaryono INILAH kabar teranyar! Bank digital Superbank (SUPA) akan menawarkan saham perdana di… Read More

5 mins ago

OJK Cabut Izin Usaha BPR Bumi Pendawa Raharja Cianjur, Ini Alasan dan Kronologinya

Poin Penting OJK resmi mencabut izin usaha BPR Bumi Pendawa Raharja di Cianjur karena bank… Read More

1 hour ago

BSI Siapkan Uang Tunai Rp15,49 Triliun untuk Kebutuhan Nataru 2025

Poin Penting BSI siapkan uang tunai Rp15,49 triliun untuk memenuhi kebutuhan transaksi nasabah selama periode… Read More

1 hour ago

Waskita Karya Garap Jalan di Bali Senilai Rp290,84 Miliar

Poin Penting Waskita Karya raih kontrak baru Rp290,84 miliar untuk membangun Jalan Perbaikan Geometrik Batas… Read More

2 hours ago

Mencari Solusi Whoosh

Oleh Mudrajad Kuncoro, Guru Besar Sekolah Vokasi UGM dan Penulis Buku “Manajemen Keuangan Internasional” PROYEK… Read More

2 hours ago

IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed hingga 318,69 Kali

Poin Penting IPO Superbank (SUPA) oversubscribed 318,69 kali dengan lebih dari 1 juta order, mencerminkan… Read More

2 hours ago