News Update

Patuhi Ketentuan Modal dari OJK, BPR Tak Mesti Merger

Jakarta – Persatuan Bank BPR Indonesia (Perbarindo) menilai, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tak mesti melakukan aksi merger untuk memenuhi ketentuan modal inti sesuai dengan arahan yang disampaikan oleh regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto mengatakan, selain merger ada opsi lain untuk memenuhi ketentuan batas modal inti BPR yang diarahkan OJK. Pertama, yakni fresh capital atau tambahan modal dari pemegang saham. Menurutnya, BPR saat ini tengah melakukan upaya tersebut.

“Opsi yang kedua adalah strategic partner, yakni mengundang investor lain untuk bisa bergabung di BPR pada pemegang sahamnya,” ujarnya disela-sela seminar The Finance bertema “Membangun Ekosistem Baru Antara Bank Umum, BPR dan Fintech, di Jakarta, Jumat, 29 Juni 2018.

Sesuai dengan ketentuan OJK, modal inti BPR ditetapkan Rp6 miliar. BPR dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar wajib memenuhi modal inti minimum Rp3 miliar paling lambat akhir 2019. Selanjutnya, BPR tersebut wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2024.

Namun demikian bagi BPR yang saat ini modal intinya sudah menyentuh angka Rp3 miliar, atau yang kurang dari Rp6 miliar, wajib memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar paling lambat pada 31 Desember 2019 sesuai dengan peraturan OJK yang berlaku.

Baca juga: BPR Harus Transformasi

Joko menambahkan, bahwa saat ini BPR yang tergabung dalam Perbarindo optimis bisa memenuhi ketentuan batasan modal inti yang telah ditetapkan OJK. Menurutnya, opsi merger menjadi langkah terakhir BPR jika memang opsi fresh capital dan strategic parter tak terlaksana.

“Merger itu salah satu opsi tidak opsi tunggal, tetapi ini sebagian dari opsi diantaranya adalah kalo opsi satu dan dua gak ketemu dia baru harus mengkonsulkan (merger),” ucapnya.

Di tempat yang sama Analis Eksekutif Senior Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Roberto Akyuwen mengatakan, aksi merger yang harus dilakukan pada BPR ini sejalan dengan masih menumpuknya BPR-BPR di dalam satu daerah tertentu, sehingga terlihat terlalu padat dan tak efisien.

“Memang permintaan terhadap BPR masih besar. Cuma ada beberapa titik dimana BPR terlalu padat. Maka, OJK senantiasa dorong BPR untuk melakukan merger,” paparnya.

Dengan melakukan merger BPR di satu daerah tertentu yang BPR nya masih menumpuk, maka diharapkan daerah tersebut akan memiliki suatu bank atau BPR yang kuat dan mampu bersaing dengan bank umum. Terlebih, pangsa pasar BPR terhadap bank umum juga sangat timpang.

“Ini agar BPR didaerah itu kuat dan besar dari sisi ukuran. Hal-hal ini yang kami dorong dalam konteks BPR. Ini bukan pilihan lagi. Ini keharusan melihat tantangan yang ada,” ucapnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Rijani Tirtoso Akhiri Tugas Sebagai Direktur Eksekutif LPEI, Siapa Penggantinya?

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengangkat Yon Asral sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua… Read More

56 mins ago

Kemenperin Dorong Kolaborasi Startup dan IKM untuk Transformasi Digital

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA)… Read More

9 hours ago

Ketua KPK Beberkan Proses Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua nama baru sebagai tersangka dalam pengembangan… Read More

14 hours ago

OJK Terbitkan Aturan Terkait Perdagangan Kripto, Ini Isinya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang… Read More

14 hours ago

OJK: BSI Tengah Siapkan Infrastruktur untuk Ajukan Izin Usaha Bullion Bank

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan proses pengembangan kegiatan usaha bullion atau usaha yang berkaitan dengan… Read More

15 hours ago

Libur Natal dan Tahun Baru, CIMB Niaga Optimalkan Layanan Digital

Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengoptimalkan fasilitas digital banking yang dimiliki sebagai alternatif… Read More

16 hours ago